Ulasan The Seven Moons of Maali Almeida

Nightman
4 min readFeb 25, 2025

--

Buku The Seven Moons of Maali Almeida

Saya duduk di baris ketiga sebelah kanan panggung di bawah atap alang-alang di Ubud Writer and Reader Festival tahun 2023. Waktu itu, saya akan mengikuti sebuah sesi dari penulis dengan nama, Shehan Karunatilaka.

Tentu saya tak tahu, siapa Shehan Karunatilaka. Dengan bodoh dan menggeneralisir, saya kira si penulis berasal dari India, di kala si penulis sendiri berasal dari Sri Lanka. Pulau kecil di bagian bawah si anak pulau Asia.

Shehan Karunatilaka adalah penulis dari novel, The Seven Moons of Maali Almeida. Novel ini merupakan pemenang penghargaan 2022 Booker Prize. Dan hari itu, bersama Intan Paramaditha, Shehan Karunatilaka mendiskusikan bukunya, dan banyak bercanda.

Usai mengikuti sesi tersebut, susah untuk tidak merasa tertarik. Pemaparan dari penulis mengenai novelnya tentu membuat saya ingin mencari tahu lebih dalam mengenai novel ini, lebih-lebih buku ini telah mendapatkan penghargaan bergengsi.

Di stand penjualan buku di area festival, saya melihat “The Seven Moons of Maali Almeida” terpanjang, namun, saat membalik price tag dari buku tersebut, saya langsung meletakkannya kembali. Tentu, harga buku impor belum masuk kantong, meski begitu karena sangat tertarik, saya berkeinginan untuk suatu hari bisa membeli novel si Shehan Karunatilaka ini.

Akhirnya, pada awal tahun 2024 lalu saya membeli novel ini dan ingin segera membacanya. Tak banyak berekspektasi karena, pada diskusi yang saya ikuti beberapa bulan sebelum nya, saya tahu, buku ini bercerita tentang seseorang yang meninggal lalu rohnya kembali hidup dan mencari tahu mengapa dia bisa meninggal sebelumnya.

Hal lain yang tidak diduga adalah, buku ini diceritakan dengan sudut pandang orang kedua, bukan hal baru karena sebelumnya saya pernah membaca buku dengan gaya penceritaan sudut pandang gaya ini. Tidak terbiasa, awal-awal saya sendiri merasa agak tidak familiar, setelahnya, buku ini saya baca dengan lancar.

Novel ini juga sepertinya bisa disebut sebagai novel detektif. Mengingat, karakter utama dalam cerita ini sepanjang cerita mengulik dan mencari tahu bagaimana dia bisa meninggal dan siapa yang membunuhnya. Namun, dia hanya bisa melakukan hal ini dalam waktu tujuh bulan. Atau tujuh bulan dalam waktu “hantu”. Hal inilah yang menjadi pemicu dan membuat semakin penasaran bagaimana buku ini berakhir.

Jujur saja, saya tak pernah tahu Shehan Karunatilaka. Saya baru tahu namanya ketika menghadiri festival buku tersebut. Jadi, saya belum tahu gaya dan latar belakang kepenulisan si penulis. Usai membaca novel ini, saya tidak akan segan memberi hormat setinggi-tingginya kepada sang penulis.

Membaca buku ini seperti diajak pelan-pelan masuk labirin, tersesat hingga sedikit demi sedikit menemukan jalan keluar. Tentu bagian akhir dari buku ini membuat saya terkejut sekaligus tersentuh. Bagaimana tidak, karakter yang tidak kita duga menjadi dalang pembunuhan si karakter utama.

Tempo penceritaan juga tidak cepat. Jadi, untuk pembaca santai seperti ku, buku ini rasanya enak sekali untuk diikuti. Selain itu, beberapa bab awal juga diberikan konteks mengenai dunia yang akan dibangun. Berlatar di Sri Lanka, diberikan juga sejarah singkat mengenai negara tersebut serta konflik-konflik yang terjadi.

Tentu kekuatan dari Novel ini adalah bagaimana dunia dan karakter di bangun begitu detail, meski bisa disebut fiksi sejarah, novel ini mengusung mistis atau magical realis. Dalam buku ini, kita akan dibawa bersama si Hantu karakter utama untuk menyelesaikan teka-teki kematiannya.

Novel ini juga rasanya menjadi hidup karena mengangkat sisi-sisi yang jarang diceritakan tentang Sri Lanka. Setidaknya, begitu yang saya rasakan. Karena, banyak hal yang dijelaskan dalam buku ini belum saya tahu sebelumnya. Latar belakang negara, orang-orangnya, serta masalah-masalah yang terjadi di dalamnya.

Saya tidak tahu ide mengenai hantu yang menyelidiki tentang kematiannya merupakan orginal atau tidak, namun, bagi saya, dari premis tersebut saja memang sudah sangat menarik. Apalagi, dia harus menuntaskan misinya untuk mencari tahu siapa pelaku pembunuhannya hanya dalam waktu tujuh bulan.

Karakter utamanya juga menarik yaitu, seorang jurnalis fotografer. dan Seorang queer. Menjadi queer di Sri Lanka rasanya memberi lapisan yang semakin pelik. Kendati demikian, di sisi lain, lapisan ini membuat karakter semakin menarik untuk diikuti.

Saya sempat berfoto dengan Shehan Karunatilaka, di akhir sesi acara obrolan di Ubud tadi. Foto yang akan saya kenang, mengingat, saya menyukai sekali bagaimana dia menyampaikan cerita yang ingin dia sampaikan. Sisi historis Sri Lanka serta konflik-konflik berdarahnya bisa semakin terekspos dan bisa menjadi pelajaran bagi khalayak banyak.

Senang bisa fotoan sama Mas Shehan

Tak memaksakan apa yang dia percaya baik atau buruk, Shehan Karunatilaka menyampaikan apa yang dia ingin sampaikan dengan tingkah laku karakter dan alur cerita yang memang layak untuk diikuti. Membaca uraian yang disampaikan oleh penulis memberi ruang untuk lebih merasa.

Satu hal yang membuat saya berpikir ulang tentang hidup setelah membaca buku ini adalah bagaimana untuk cinta dan hal-hal yang kamu percaya, hal tersebut memang harus diperjuangkan. Lakukan lebih untuk seseorang yang kamu sayang dan beri usaha ekstra untuk apa yang kamu percaya.

Membaca halaman terakhir novel ini memberi kesan hampa namun di sisi lain juga hangat. Si karakter utama berhasil menemukan apa yang dia cari. Di akhir cerita, ada jugabagian yang begitu hangat yang memberi perasaan lengkap ketika menutup halaman terakhirnya.

--

--

Nightman
Nightman

Written by Nightman

Pencatat hal-hal kecil yang terlewat, mengaku sebagai penyuka buku, musik, film, dan jalan-jalan di jam tiga dini hari.

No responses yet