Sejak membaca Dawuk: kisah kelabu dari Rumbuk Randu tahun 2021 lalu, sepertinya, saya akan terus mengikuti karya-karya Mahfud Ikhwan.
Cerita tentang desa, tenaga kerja migran ke Malaysia, lagu India, dan tentunya musik dangdut menjadi hal-hal dekat yang tak banyak orang ceritakan.
Hal ini membuat karya-karya yang ditelurkan oleh Cak Mahfud, rasanya selalu relateable.
Sangat senang, ketika mendengar kabar bahwa buku ini, Kepikiran Dangdut dan Hal-hal Pop Lainnya telah terbit beberapa bulan lalu.
Besar di sebuah kampung di Lombok Tengah, di mana, bekerja menjadi petani adalah jauh dari cukup untuk menopang hidup, musik termasuk barang mewah.
Bukan barang yang bisa ditemukan di masing-masing rumah, yang bisa diputar kapan saja. Yang bisa diputar sesuai selera.
Musik dan lagu bukan barang yang bisa kami pilih untuk kami dengar sesuka hati.
Musik, baru bisa saya atau kami jangkau melalui toa-toa speaker saat hajatan. Hampir sama seperti cerita Cak Mahfud di buku ini.
Musik selalu tentang tren, kaset-kaset bajakan, dan toa-toa hajatan yang terus memutar lagu-lagu sama, untuk didengar bersama.
Sekitar tahun 2005 an di Lombok Tengah, saya rasa beberapa orang sudah mempunyai televisi yang bisa memutar tayangan-tayangan nasional, bukan hanya TVRI.
Saya tinggal bersama nenek, ketika orang tua pergi merantau ke luar pulau.
Hiburan selain dengan pergi menonton TV ke rumah tetangga adalah sebuah radio yang kebanyakan memutar berita-berita yang saya kurang pahami.
Dan tentu saja lagu Dangdut.
“Lagu dangdut, iramanya asyik, goyangnya jadi menarik, dengerin yuk dengerin dong, di Radio kesayangan kamu, 101 FM, goyangnya musik kamu!”
Ini adalah jingle iklan salah satu radio yang siarannya berisi lagu dangdut saban hari.
Selain lagu dangdut, era tersebut juga sedang gencar-gencarnya Nasida Ria, lagu India, dan Cilokak (lagu dalam bahasa sasak, namun saya rasa tidak semua lagu berbahasa Sasak bisa disebut Cilokak, namun ini kita bahas lain kali saja.)
Jika ada satu lagu atau album yang sedang ngetren, lagu tersebut akan diputar terus sepanjang hari melalui toa-toa hajatan atau rumah-rumah yang mempunyai pemutar VCD.
Kaset-kaset yang sama akan dipinjamkan tiap ada gelaran hajatan untuk memutar lagu yang sama.
Bahkan, satu-satunya Toa di kampung, yaitu Toa di Mushola akan diturunkan untuk meramaikan hajatan. Entahlah kenapa hajatan dulu bisa jadi sepenting itu.
Saya tak selalu mengetahui siapa yang memutar lagu-lagu di acara hajatan. Entahlah selera siapa yang selalu diikuti. Namun yang pasti, playlist Kasidah, lagu-lagu India, slow rock Malaysia, Cilokak, dan dangdut akan selalu diputar di tiap-tiap hajatan.
Tidak seperti Kasidah yang hanya didominasi Nasida Ria, lagu Dangdut yang terkenal, yang sering diputar bisa lebih beragam. Tentu sang Raja Dangdut, Rhoma Irama, tak boleh terlewat, namun-nama macam Ida Laela, Meggy Z, atau Mansur S, tentu nama yang cukup familiar di kampung saya.
Jenis-jenis musik tadi lah yang sebenarnya menjadi perkenalan terhadap musik-musik lain yang saya mulai dengarkan ketika masuk SMP dan seterusnya.
Itulah mengapa, bagi saya Dangdut akan selalu mempunyai tempat di telinga dan pemutar musik saya.
Kepikiran Rhoma Irama dan Musik Dangdut Setelahnya
Saya rasa buku Kepikiran Dangdut dan Hal-hal Pop Lainnya ini menjadi sentimentil ketika Cak Mahfud mulai berlebihan membahas Rhoma Irama dan siapa yang akan menjadi suksesornya.
Tidak ada yang salah dari hal ini, karena ya, membahas dangdut tidak akan benar jika tanpa membahas bang Haji Rhoma. Tidak ada penyanyi Dangdut yang lain yang harus lebih banyak dibahas selain sang Raja dangdut itu sendiri.
Entahlah lagu Rhoma yang mana yang pertama kali saya dengar. Namun, di kampung saya, hampir semua orang rasa-rasanya bisa membunyikan lagu-lagu Rhoma.
Bukan hanya lagu, saya sendiri juga menonton beberapa film Rhoma Irama ketika kecil.
Namun, saya rasa tak ada satupun film Rhoma yang bisa saya tuntaskan.
Waktu itu, film bang Haji rasanya terlalu gore dan mengerikan. Preman dengan mobil Jeep akan selalu jadi bayangan-bayangan menyeramkan.
Namun, lagu-lagu menyoal nasihat agama, dan berbakti kepada orang tua juga sepertinya tak akan pernah hilang dalam ingatan ketika menyebut nama Rhoma.
Pesan-pesan yang disampaikan dalam lirik-lirik lagunya terlalu subtil untuk diabaikan. Namun, inilah yang selalu membuat Rhoma Irama menjadi spesial.
Hari ini, ketika musik bukan barang mewah dan semua orang bisa menentukan musik apa yang didengar, rasanya-rasanya musik dangdut kian lama makin terpinggirkan.
Musik Koplo, yang bisa jadi bukan sepenuhnya musik Dangdut muncul ke permukaan, stasiun TV yang menayangkan kompetisi musik dangdut lebih banyak gimmick dan aksi shownya dibanding melakukan inovasi terhadap musik dangdut itu sendiri.
Fakta yang paling tak bisa dihindarkan adalah, Sang Raja Dangdut, Rhoma Irama juga semakin menua.
Lalu, bagaimanakah selanjutnya? Siapa yang akan melanjutkan tongkat estafet musik dangdut? Ahhh, entahlah, Cak Mahfud di buku ini juga sama bingungnya.
Catatan Tambahan Perihal Kepikiran Dangdut dan Hal-hal Pop Lainnya ini
Di buku ini, Cak Mahfud sebenarnya bukan hanya membahas Dangdut dan Rhoma Irama. Dia juga membahas hal lain seperti koplo, lagu India, Zainuddin MZ, bahkan Sheila on seven.
Dibahas dalam bentuk esai-esai personal yang lugas dan mendalam.
Cak Mahfud menyampaikan tentang apa-apa yang dia suka menjadi seperti sama saja yang orang-orang kebanyakan suka.
Ketika KPop atau Anime bisa dirayakan sedemikian rupa, kenapa dangdut, musik India, dan koplo juga tidak dirayakan dengan cara yang sama.
Tulisan-tulisan dalam buku ini juga banyak yang bisa dijadikan sebagai kritik kebudayaan.
Melalui musik dangdut, lagu India atau slow rock Melayu, hal-hal yang memang dekat dengan masyarakat desa bisa menjadi cara untuk melihat bagaimana budaya di desa berkembang dan mengikuti zaman. Sama seperti budaya-budaya popular yang berkemabang di kota-kota metropolitan.
Buku ini seperti prasasti untuk memikirkan kembali mengenai hal-hal yang dulu dekat, dan sekarang kok rasanya sudah jauh tertinggal, bisa jadi karena kita yang pergi atau karena mereka yang meninggalkan kita.
Dan bagi saya, buku ini, Kepikiran Dangdut dan Hal-hal Pop Lainnya adalah cara untuk mengingat kembali.
Ps: Ulasan dalam bentuk curhat, ehehe.