Bayangkan kisah cinta Romeo dan Julet, atau kisah-kisah lain yang punya format cerita yang sama, format cerita inilah yang diangkat Mahfud Ikhwan dalam karyanya Kambing dan Hujan. Namun, alih-alih membawa cerita kepada hal-hal yang klise, Mahfud bahkan membuatnya lebih klise lagi dengan konflik yang sebenarnya di depan mata yaitu, NU-Muhammadiyah.
Mari saya sebutkan pertentangnnnya:
Yang satu, sholat subuh pakai qunut, yang lain tidak. Yang satu sholat dengan ushalli, yang lain tidak. yang satu ada talqin mayyit, yang lain tidak. yang satu kalau jumatan ada dua azan, yang lain hanya satu azan. yang satu menentukan awal/akhir bulan dengan hitungan, yang lain melihat bulan.
Ini bisa lebih panjang tapi sampai sini saja. Namun, inilah fondasi cerita yang ingin dibangun oleh Mahfud dalam buku ini.
Yang menjadi menarik dalam karya Mahfud yang ini adalah dialog, karakter, dan suasananya bener-benar dekat dengan kehidupan saya pribadi. Bagaimana memandang dan menyelsaikan masalah yang terjadi sangat mirip dengan apa yang tejadi di kampung saya. Secara, kampungku masih tradisional alias NU bingits. Namun, saya juga bisa merasakan kedekatan dengan semangat Muhammadiyah. Karena rasanya yang baru atau menjadi pembaru selalu menyenangkan.
Perasaan puas yang sama juga saya rasakan ketika selesai membaca karya ini. Cara bercerita Mahfud menurut saya merupakan hal yang membuat karya-karyanya menyenangkan untuk diikuti.
apalagi ya, udah deh, ini mau kerja.
Kambing dan Hujan: 8/10