Tahun ini menandakan tahun ke 20 perayaan seni dan dan literasi, Ubud writers and readers festival (UWRF). Tahun ini, UWRF mengangkat tema, ‘Atita, Wartamana, Anagata: Past, Present, Future.’
Tema ini menjadi sangat menarik untuk membayangkan bagaimana kondisi dunia di masa lalu, hari ini dan di masa depan. Tahun ini, UWRF berlangsung dari tanggal 18 hingga 22 Oktober 2023.
Dalam rentang tersebut, ada banyak acara untuk dikunjungi. Peluncuran buku, pertunjukan musik, poetry slam, dan tentu Main Program yang selalu mendiskusikan tema-tema yang sangat menarik.
Saya sendiri datang ke pada acara pembukaan konferensi pers UWRF yang digelar tanggal 18 Oktober 2023. Salah satu yang hadir dalam acara tersebut adalah wartawan, penulis dan budayawan senior, Goenawan Mohamad.
Dalam sesi press meet tersebut, sempat dilontarkan pertanyaan mengenai tantangan menjadi penulis di Indonesia.
Jawaban GM rasanya menohok sekali dengan memaparkan bahwa di Indonesia orang tidak membaca, hasilnya menjadi penulis di Indonesia mempunyai tantangan yang berat.
Usai media press, saya menghampiri GM dan bertanya kembali mengenai tantangan lain menjadi penulis Indonesia. Untuk meraih audience yang lebih luas, tentu seorang penulis harus keluar dan menyebarkan karyanya, dalam hal ini ke skala nasional.
Asumsi yang saya tanyakan ke GM malah dikembalikan dengan pertanyaan, “Memang apa itu penulis nasional?”
Saya mencoba menjelaskan bahwa penulis Nasional adalah penulis yang terkenal secara nasional, yang karyanya diketahui ke seluruh Indonesia.
Lalu GM menjawab, penulis baru di Indonesia tidak perlu harus menjadi penulis nasional. Menurutnya, menjadi penulis yang baik bisa berkembang di asal daerah masing-masing.
Lagian, menurutnya, penulis nasional yang tinggal di Jakarta belum tentu seterkenal itu.
Pernyataan tersebut dapat diamini. Karena, penulis yang baik bisa tetap menjadi penulis yang baik dan tetap berada di daerah asalnya.
UWRF juga menjadi perayaan yang menyenangkan. Saya selalu menyukai momen-momen beranjak dari satu stage ke stage lain. Jarak yang tidak terlalu jauh membuat berpindah mencari acara-acara jadi sangat menarik.
Terkadang malah menjadi menyebalkan ketika acara yang sama di langsungkan di dalam waktu yang bersamaan.
Acara-acara utama di UWRF selalu mengangkat hal-hal yang seru. Soal lingkungan, kemanusiaaan, kesusastraan, dan hal-hal menarik lain dibahas dan dikulik dari pembicara yang telah menulis dan melakukan riset mengenai hal tersebut.
Acara seni dan pertunjukan juga merupakan hal yang seru untuk diikuti. Screening film dengan tema-tema dan cerita menarik biasanya selalu penuh penonton. Tak jarang, produser atau sutradara datang langsung untuk berdiskusi bersama.
Selain, itu poetry slam adalah salah satu acara yang juga sering dinanti. Pembacaan puisi dengan gaya kontemporer ini menjadi headline yang ramai diikuti para penggemarnya. Puisi-puisi yang dibacakan pun selalu menarik dan mengesankan.
Ada pula konser musik dan eksibisi seni dengan tema dan karya yang beragam.
Pengalaman mengikuti UWRF memang selalu menjadi pengalaman yang menyeluruh. Pengalaman penuh kepuasan untuk mendengarkan para cerdik cendikiawan mendiskusikan hal-hal penting.
Refleksi kembali dalam rentang 20 tahun terakhir, UWRF bisa disebut telah mencapai titik milestone baru untuk menjadi festival yang paling ditunggu di seluruh dunia. Merumahkan diri di Ubud, festival ini memang memberi nilai tambah bagi kawasan Ubud pada khususnya dan Bali pada umumnya.
Rasanya di tahun-tahun mendatang, orang-orang masih akan sangat senang datang dan bersenang-senang ke Ubud writers and readers festival.