Sebuah Rumah di Rua das Forças Armadas

Nightman
6 min readNov 16, 2023

--

Ilustrasi sebuah rumah

Apartemen di jalan R. das Forças Armadas akan selalu jadi rumah atau tempat tinggal yang akan aku kenang. Gabungan pengalaman yang mengesalkan dan menyenangkan akan selalu membuat apartemen ini menjadi istimewa dan akan selalu diingat.

Apartemen in hanya mempunyai 4 lantai. Namun, ada juga basemen untuk parkir mobil. Sejatinya tidak seperti tempat tinggal gedongan seperti di TV-TV, hitungannya apartemen ini apartemen yang sederhana.

Catnya mempunyai warna putih. Ada tujuh anak tangga untuk menaiki apartemen ini. Masing-masing ada satu jendela dan jendela dengan balkon di dekat jalan. Suatu waktu, aku pernah menerobos jendela tersebut utnuk masuk ke kamar dan mengambil kunci yang tertinggal di dalam.

Tindak yang cukup bodoh karena bisa diteriaki maling dan tentu bisa masuk penjara dan dideportasi. Serem!

Selain itu, yang sedikit berbeda dari pintu di Indonesia yang aku tahu, pintu utama apartemen ini harus dibuka dengan kunci jika hendak ingin masuk (dimana-mana juga sama, bung). Namun, jika ingin keluar, kamu cukup membukanya seperti biasa.

Seperti masyarakat-masyarakat individualistis di kebanyakan negara Eropa, dan diri yang cukup introvert, aku pun kemudian juga tidak mengenal satu pun penghuni apartemen ini. Interaksi yang aku lakukan hanya sebatas senyum ketika bertemu atau menahan pintu saban masuk atau keluar bersamaan.

Namun, aku mengamati ada keluarga Asia yang tinggal di lantai atas apartemen. Aku pernah menahankan pintu ketika dia harus masuk dan membawa trolly dengan anaknya.

Selain itu, ada orang tua yang saban hari selalu merintih, namun entahlah ini di apartemen yang sama atau di apartemen sebelah. Rintihan ini selalu membuatku berdoa di kala malam sepi.

Apartemen tempat aku tinggal mempunyai 3 kamar tidur. Masing-masing dengan bunk bed yang membuat satu kamar bisa diisi 2 orang. Selain itu, ada dapur, kamar mandi dan ruang tamu.

Ada juga balkon tempat menjemur pakaian dan kami pernah merenovasi tempat ini untuk nongkrong di sore melihat siswa-siswa sekolah di belakang apartemen berlarian.

Avenida liberdade di musim semi

Apartemen ini berjarak sekitar 4 kilometer dari pusat kota. Pusat kota dalam hal ini Avenida Central, semacam alun-alun kota Braga. Tidak terlalu jauh, tapi sedikit ngos-ngosan jika berjalan kaki karena ada tanjakan segalam macam.

Avenida Central — Bisa disebut alun-alun kota Braga, aku suka duduk dan membeli Gelato dan menikmati suasana kota di tempat ini.

Namun, bagiku jarak ini masih cukup terjangkau untuk ke tempat-tempat penting misalnya, alun-alun tadi, atau taman Santa Barbara, ke Stadion lama nya FC Braga, atau ke Stasiun atau ke taman bermain dan supermarket.

Pusat kota

Cukup jauh dari pusat kota membuat apartemen ini rasanya sunyi ketika malam tiba.

Kalau pulang sebelum jam 10 malam, kamu masih akan menjumpai orang-orang mengobrol di Cafe Imperial 1. Cafe yang katanya menjual Francesinha Sandwich paling enak (francesinha adalah makanan khas orang-orang Portugis.) Orang-orang masih akan terlihat menysap wine-wine yang tinggal hanya berada di dasar gelas mereka. Namun, tak jarang ketika aku pulang di atas jam 10 malam, cafe ini sudah sepi.

Suasana inilah yang aku sukai dari kawasan tempat ini, sepi.

Akan tetapi, kawasan perumahan ini sejatinya tak sepenuhnya bisa dibilang sepi penduduk. Buktinya, mobil-mobil masih terparkir di depan rumah masing-masing. Cafe-cafe juga masih penuh di waktu-waktu tertentu. Orang-orang akan lalu-lalang kala pagi tiba.

Selain apartemen, di kawasan perumahan ini juga ada beberapa rumah tapak. Rumah-rumah dengan model yang unik. Meskpun bentuknya tidak sama, rumah-rumah ini menarik dengan ciri khas masing-masing.

Dua rumah di depan apartemen tempat saya tinggal.

Ada yang membuat taman sederhana dengan pohon yang dihias sedemikian rupa. Ada juga rumah yang menanam pohon jeruk dan di musim terentu bisa berbuah ranum.

Suatu pagi, dengan suhu sekitar 10 drajat celcius, setidaknya seperti itulah suhu yang tertera di hape, saya berjalan-jalan pagi dengan tujuan mengetahui lingkungan tempat saya tinggal. Lengkap dengan sarung tangan dan jaket yang tebal pinjaman seorang teman, nah jika kamu keluar subuh-subuh atau sekitar jam 5.30 pagi, kawasan perumahan ini akan terasa lengang dan sunyi.

Salah satu bagian yang akan teringat juga adalah bunyi lonceng gereja yang tiap pagi atau sore hari akan selalu berdenting. Saya mengingat bunyi ini sebagai tanda bahwa pagi atau malam akan menjelang.

Nah, sekarang mungkin bagian di mana aku bercerita kenapa rumah ini tersimpan di memori dan akan menjari tempat yang akan aku kenang.

Saya tiba di rumah ini di penghujung musim dingin maret 2019. Beberapa hari setelah saya tinggal, pohon-pohon memang mulai membuat daun-daun baru berwarna hijau.

Ada masa ketika volunteer-volunteer lain merasa rumah ini tidak nyaman, mengingat lokasinya yang jauh dari pusat kota, dan mereka memilih pindah ke guesthouse yang sama-sama juga disediakan untuk para volunteer.

Ketika semua orang pindah, saya memilih tinggal.

Meskipun waktu itu baru sekitar 4 bulan aku tinggal di apartemen itu, aku merasa, aku cocok dan nyaman berada di rumah tersebut.

Aku menyukai momen belanja ke supermarket dekat apartemen dan memasak masakan yang aku suka. Tentu masakan yang bisa disebut masakan yang saya ingat hanya Sop Ayam, Opor (dengan bumbu dari Indonesia tentunya) dan nasi goreng. Sisanya, aku lebih sering membuat spagetthi atau pasta berbagai macam varian dengan berbagai macam bumbu.

Aku juga suka momen-momen mandi air hangat di kala cuaca di luar sedingin es. Atau bangun pagi-pagi dan jalan-jalan kecil di sekitar apartemen.

Aku menyukai momen-momen pulang larut dan menemukan kawasan perumahan ini telah tertidur. Atau bersih-bersih rumah bersama volunteer lain setelah kena marah disangka tidak merawat apartemen.

Aku masih mengingat, suhu yang dingin malam pertama sedikit tidak membuat aku tidak bisa tertidur. Beruntung seorang kawan memberikan penghangat ruangan dan malam itu aku bisa tertidur pulas di tengah cuaca dingan dan penerbangan panjang.

Aku menyukai juga momen laundry dan jemur baju di belakang di balkon apartemen. Atau momen makan malam bersama bersama kawan-kawan lain di ruang tamu. Atau menyapa seorang teman yang hanya bisa memasak spagetthi kala tidak ada makan malam bersama.

“Spaghetti again, bro?” sapaan kami kala bertemu di dapur untuk memasak makanan instan dari Italia yang saban hari kami beli di supermarket.

Spagetthi dimasak dengan sekenanya

Aku juga menyukai momen-momen nonton bareng film-film seram di sebuah laptop atau obrolan-obrolan setelah makan malam. Selain itu aku juga menyukai momen-momen sendiri di dalam kamar scrolling sosmed dan melihat atau memantu kabar teman-teman di tanah air.

Makan malam bersama

Jarak antara Portugal dan Indonesia sekira, 11.000 kilometer dan jarak waktu Portugal dan Indonesia adalah 7–8 jam. Di era-era sekarang, jarak menjadi hal yang tidak terlalu signifikan ketika semua hal bisa diakses dari ponsel pintar di gengaman.

Hal inilah yang membuat aku merasa tidak terlalu merindukan kampung saat itu. Awal-awal tinggal di apartemen ini, tidak ada kendala berarti dan aku juga waktu itu masih sangat menyukai momen-momen tinggal di Braga.

--

--

Nightman
Nightman

Written by Nightman

Pencatat hal-hal kecil yang terlewat, mengaku sebagai penyuka buku, musik, film, dan jalan-jalan di jam tiga dini hari.

No responses yet