Nightman
4 min readJan 25, 2024

Novel Semasa dan Hal Tak Muluk-Muluk Lainnya

Novel Semasa telah selesai saya baca ketika beberapa hari lalu menemukan tulisan Teddy, si penulis Novel tentang karyanya ini.

Dalam tulisan tersebut dia menceritakan bagaimana novel ini lahir.

Terinspirasi dari sebuah essay, berjudul “Memory Lane.” Essay itu membahas mengenai perjalanan sebuah keluarga dan kenangan-kenangan masa kecil.

Hal inilah yang memantik Teddy dan Maesy, penulis novel “Semasa” untuk mengembangkan karakter dan cerita versi mereka.

Sebelum diterbitkan Postpress yang mereka kelola sendiri, novel ini sendiri pernah terbit di penerbit lain.

Mengingat kembali ke paragraf-paragraf dalam novel ini, yang melintas ketika membaca novel ini adalah novel panjang yang pertama kali saya baca dahulu ketika Sekolah Dasar yaitu, “Janji Sepasang Layang-Layang.” Novel manis tentang persahabatan. Meskipun ceritanya sangat sederhana, entah kenapa novelnya membekas hingga kini.

Saya menyukai cerita-cerita spektakuler. Cerita tentang hal-hal besar. Cerita rahasia-rahasia. Cerita-cerita yang membuat mulut menganga. Namun, cerita-cerita hari-hari seperti di novel “Semasa” atau “Janji Sepasang Layang-Layang” ini akan selalu mempunyai tempat untuk saya baca dan merasa.

Saya pikir dalam novel-novel tersebut, tak ada konflik yang terlalu berat untuk diselesaikan. Tidak ada rahasia yang harus dibongkar. Yang ada hanya cerita sederhana dengan tokoh-tokohnya yang tidak berpretensi. Yang ada hanya cerita bagaimana manusia tumbuh, dan menjadi diri mereka.

Semasa memberikan gambaran yang lebih dekat dengan realitas bagaimana manusia berproses dan menemukan diri dan menjadi dewasa.

Seperti nilai-nilai yang dulu dipercaya yang kini berubah. Nilai-nilai tersebut rasanya menjadi asing dan bahkan bukan lagi bagian dirimu.

Namun, bukankah hal ini menarik? karena, dirimu yang sekarang, tidak akan ada karena dirimu yang dulu?

Selain itu, saat saya membaca novel ini, saya seperti menemukan diri sendiri.

Saya selalu merasa seperti Coro dalam melihat suatu. Saya akan menjadi realistis memakai nada pesimis dengan sangkaan yang sinis. Tak banyak berharap, karena takut menjadi kecewa.

Teddy, dalam tulisan yang saya bahas di awal juga menyinggung bagaimana keluarga, pertemanan, atau hal-hal yang menyangkut dengan orang lain adalah hal yang harus dirawat dan dijaga. Kita tidak bisa tidak untuk terus memupuk hubungan yang kita punya dengan sadar. Jika tidak, bisa jadi kita bisa kehilangan koneksi click point yang dulu kita punya baik itu pada teman atau keluarga, lebih-lebih hubungan romantis.

Ini salah satu kata Sachi kepada Coro di suatu dialog, “Kita ini dua orang dewasa yang berbeda. Apa, sih, yang betul-betul bisa kita bicarakan selain nostalgia?”

Saya juga jadi teringat kata-kata Ted, di sitcom How I Met Your Mother mengatakan, “That’s why, when you find someone you want to keep around, you do something about it.”

Banyak kalimat-kalimat menarik di novel ini. Salah satu yang saya sukai adalah yang ini, “Aduh, Saya akan kedengaran seperti orang tua filosofis, Coro, maaf ya. Tapi hidup ini memang seperti itu. Kamu melepas sesuatu, lalu memulai sesuatu. Rumah ini, bagaimanapun, ya, benda mati. Yang hidup itu kenangan di dalamnya, juga alasan-alasannya berdiri. Semua kedekatan emosional yang muncul darinya, juga terhadapnya, itu tidak akan lepas, tidak akan hilang. Saya akan memegangnya terus-menerus, memeluknya erat-erat di hatiku, sampai kapan pun.”

Saya suka bagaimana kalimat itu dimulai dengan permisif namun kita tahu dia akan tetap filosofis dan menceramahi namun tetap menyenangkan dan gampang dicerna.

Selain Sachi dan Coro, ada juga karakter Bapak, dan saudara perempuannya. Mereka berdua juga mempunyai hubungan yang unik dan permasalahannya sendiri.

Dalam Novel ini, ketika rumah yang telah dipenuhi dengan kenangan-kenangan akan dijual, mereka melalui renungan panjang. Menjual rumah lama jadi tidak begitu sederhana. Melepas rumah yang mereka bangun dengan keringat menjadi agak rumit.

Setelah kematian Ibunya Coro, atau istrinya Bapak, rumah yang penuh kenangan tersebut memang lebih banyak meninggalkan kenangan yang membuat sedih.

Saya jadi mengingat film “Happy Old Year” ketika mengetik paragraf ini. Saya rasa benar, benda-benda mati memang mempunyai memori dan kenangannya tersendiri. Namun, rumah ini terus menyimpan kenangan yang melekat di sana.

Alhasil, melepas sebuah kenangan terkadang bisa jadi artinya juga melupakan kenangan itu sendiri.

Namun, kembali lagi, sepertinya untuk melangkah ke depan, kita tak perlu terlalu sering menengok ke belakang, bukan?

Novel Semasa menurutku perlu dibaca sekali lagi. Untuk melihat lebih jelas untuk hal-hal yang sering dilewati. Melihat hal-hal sederhana dan menghargainya.

Tak muluk-muluk, hanya untuk mengunjungi kembali bagaimana sebenarnya manusia bertumbuh.

Satu tambahan lagi, meskipun jarang dapat porsi cerita, Paman Geofridis menurutku karakter yang menarik. Setidaknya jadi teringat dengan roommates-ku dulu kala tinggal di Braga, Portugal. Dia hangat dan baik.

Novel Semasa bagi saya adalah novel yang memberi ruang untuk melihat dan merenungi kembali bagaimana hidup dan hubungan dengan orang yang kamu sayang harus terus dipelihara dan dijaga.

Nightman
Nightman

Written by Nightman

Pencatat hal-hal kecil yang terlewat, mengaku sebagai penyuka buku, musik, film, dan jalan-jalan di jam tiga dini hari.

No responses yet