Menikmati Tua dengan Bersepeda

Nightman
5 min readNov 4, 2023

--

Walaupun usia sudah tak muda, menemukan teman-teman yang mempunyai kesukaan yang sama agaknya cukup untuk mengisi waktu. Seperti sekumpulan pria paruh baya dan lansia yang saya temukan di Depan Plaza Renon tempo hari. Mereka berkumpul dan menemukan kesukaan yang sama, yaitu, bersepeda.

Tentunya ada banyak hobi dan kesukaan di luar sana. Memelihara burung bisa jadi salah satu yang populer. Namun tak jarang para lansia memilih hal lain. Misalnya beberapa tahun lalu, saya masih sering bermain bola dengan seorang lansia nyentrik di bagian timur lapangan Renon. Rambut perak yang khas akan terus saya kenang. Rambut ubannya juga memberikan saya kemudahan untuk mencari posisinya dan memberikan umpan. Pak tua rambut perak, hobinya bermain sepakbola.

Nah, seperti yang saya sebut di awal tadi, di depan pusat perbelanjaan tadi, tampak beberapa lansia berkumpul dan menjejerkan sepeda mereka. Saya melihat mereka secara tak sengaja hari Minggu beberapa hari lalu. Setelah hanya mampu melakukan satu putaran di Lapangan Renon dan merasa terlalu lelah, saya memutuskan untuk pulang. Tentu dengan sebelumnya menyantap gorengan di parkir timur Lapangan Renon. Rasa-rasa nya memang kontradiktif sekali bukan? Minggu pagi yang dikhususkan untuk olahraga hingga dibikinkan hari bebas kendaraan, waktu yang saya habiskan lebih banyak mengunjungi stand-stand kuliner.

Ya, saya melihat mereka sepulang dari sebut saja berolahraga di Lapangan Renon. Mengambil jalan pulang ke arah Jalan Hang Tuah, tepat sebelum bundaran, saya tak sengaja melirik ke sebelah kiri dan melihat beberapa sepeda berjejer. Mayoritas sepeda yang berjejer sebetulnya adalah sepeda onthel. Hal ini tentu memberikan gambaran yang menarik perhatian.

Akan tetapi, kemilau jejeran sepeda tersebut tak membuat saya berhenti untuk sekedar mengambil gambar. Hingga minggu lalu, tanggal 11 Juni 2023, saya berhenti dan meminta izin untuk mengambil gambar kemudian mengobrol dengan salah satu dari mereka.

“Ya, tiap hari mereka akan bersepeda, namun akan keliling dahulu lalu menentukan titik kumpul, nah Hari Minggu kebetulan titik kumpulnya di sini (depan Plaza Renon),” jelas Wayan Miyasa (60th) ketika saya mengajukan pertanyaan mengenai apa yang mereka sedang lakukan. Kemudian dia melanjutkan, “Ya tidak lama, setengah sepuluh biasanya kami juga sudah akan bubar.”

Mengobrol lebih lama, saya jadi tahu, para lansia dan pria paruh baya yang menjejerkan sepeda mereka di depan Plaza Renon ini merupakan bagian dari KOSTI Bali atau, Komunitas Sepeda Tua Indonesia cabang Bali.

Wayan Miyasa sebelumnya merupakan pegawai di Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Tahun ini dia sudah memasuki masa pensiun. Mengisi hari-harinya setelah rampung menjadi pegawai, yang Dia lakukan hari-hari sekarang adalah melakukan hal-hal yang berkaitan dengan sepeda. Di bengkel kecil di rumahnya, dia bercerita bahwa dia biasa nya melakukan servis sepeda, cat ulang dan sebagainya. “Tapi, sudah dari dulu hobi bersepeda,” tukasnya.

Meneguhkan dirinya sebagai penggemar sepeda, dia bercerita bahwa dia mempunyai 25 sepeda yang dia koleksi di rumahnya. Tak ayal dia cukup paham mengenai sepeda dan tetek bengeknya. Termasuk Sepeda Onthel.

Tentang Sepeda Onthel

Mengutip Ketua Paguyuban Onthel Djogjakarta (Podjok) Muntowil dari IDN News, Sepeda Onthel sendiri mulai banyak digunakan sejak zaman Belanda dan bekembang hingga era 70an. Kata Muntowil, Sepeda Onthel pada era itu biasanya digunakan oleh kalangan pengusaha dan bangsawan.

Terkait Sepeda Onthel sendiri, Wayan Miyasa menjelaskan hal serupa. “pokoknya zaman-zaman perang itu, Kalau Phoenix keluaran sekitar tahun 70an, nah untuk gazelle sekitar tahun 40 an,” jelasnya secara gamblang.

Untuk menambahkan konteks, Wayan Miyasa juga menjelaskan bahwa Sepeda Onthel mempunyai beragam merek. Mulai dari, Gazelle, Phoenix, Leader dan sebagainya.

Saat saya bertanya mengenai harga, Wayan Miyasa menjelaskan bahwa harga Sepeda Onthel bisa mencapai 25 juta rupiah. Dia menyebut harga Sepeda Onthel bervariasi. “Kalau ori atau asli, bisa sangat mahal hingga 30 an juta,” tambahnya.

Hal ini saya bisa konfirmasi. Karena dengan cukup mengetik “Jual Sepeda Onthel” di kolom pencarian internet, hasilnya beberapa situs yang menjual sepeda dengan kisaran yang disebutkan Wayan Misaya. Wayan Miyasa juga kemudian menunjuk ke arah salah satu temannya yang baru saja membeli sepeda Onthel merk Gazelle seharga 14 juta.

Saya kemudian bertanya mengenai sepeda yang dia gowes hari ini. Semakin bersemangat, dia kemudian menjelaskan bahwa sepedanya cukup unik. Dengan sedikit observasi ke sepeda-sepeda yang lain, hanya sepeda milik Wayan Miyasa yang mempunyai dua palang utama dari stang ke sadel.

Menurut Wayan Miyasa, sepedanya merupakan sepeda yang populer di India. Di India, tuturnya, banyak sepeda seperti model yang Dia gunakan. Menurutnya, sepeda seperti yang ia punya banyak digunakan di India untuk kebutuhan angkutan barang karena mempunyai rangka yang tangguh. Merek sepeda Wayan Miyasa adalah Leader.

Menyinggung mengenai sepeda yang tangguh, saya kemudian bertanya apakah yang membedakan sepeda lama dan sepeda baru. Lalu dia menjelaskan, “Beli ontel baru, di toko, tapi cepat patah. Besinya terlalu tipis. Kalau sepeda lama, meski kena angin atau matahari tetap awet.”

Pernyataan tersebut agaknya tak berlebihan. Sepeda-Sepeda Onthel atau sepeda tua yang dia banggakan tampak masih kokoh dan bisa digunakan secara normal. Bisa jadi, itulah mengapa mereka yang mempunyai kesukaan yang sama tersebut akhirnya memutuskan untuk bergabung dan memutuskan membuat KOSTI Bali.

KOSTI Bali

Singkatnya, perkumpulan ini adalah untuk mengakomodir mereka-mereka yang menyukai sepeda tua dan berdomisili di Bali. Kembali bertanya ke Wayan Miyasa, sepengetahuannya, anggota yang paling tua, adalah yang berusia 78. “Biasanya kami memang para pensiunan,” paparnya.

Namun, jika mengetik KOSTI Bali di internet, akan muncul instagram dari KOSTI Bali. Dan melihat dari postingan. Tak akan mengejutkan jika ada anggota yang lebih tua.

Tak banyak yang dijelaskan Wayan Miyasa terkait kegiatan KOSTI Bali. Namun, dia mengatakan bahwa pada saat Kosti Bali Ulang Tahun, biasanya mereka akan pawai keliling kota denpasar, bisanya juga akan memakai pakaian jadul dan pakaian pejuang. Selain itu juga, ada kegiatan lain seperti gotong royong atau bersih-bersih pantai.

Cerita Masa Muda

Sebagai penghobi sepeda, Wayan Miyasa mulai menyukai sepeda sebagai alat transportasi. Dia masih ingat, ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), dia pulang pergi menggunakan sepeda.

“Dulu waktu SMP, dulu ada grupnya, yang membedakan biasanya warna catnya. Grup ini bisa warna ini, grup ini warna ini. Ya sekitar tahun 80an itu,” kenangnya.

Lalu dia menjelaskan bahwa, kalau dulu belum ada perkumpulan seperti hari ini. Menurutnya, sepeda di zamannya memang digunakan untuk transportasi, maksudnya sepeda digunakan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Misalnya untuk sekolah atau melakukan perjalanan jauh seperti keliling Bali pakai sepeda.

“Saat masih SMP. Sampai Tanah Lot atau ke Karangasem tidur dan bermalam di Padang Bai,” ingatnya.

Terkait apa perbedaan bersepeda di masa sekarang dan dulu, dia menjawab cepat seperti anak kecil yang tahu bahwa satu satu ditambah satu itu samadengan dua sambil mengatakan, “Dulu sepi, kalau sekarang memang sudah ramai, jadi kadang macet.”

Di akhir pembicaraan, dia menjelaskan, bahwa mereka akan berkumpul setiap hari. Berkumpul untuk bercerita-cerita. Cerita mengenai masa muda. Dan hal-hal lain yang memancing gelak tawa.

Para bapak yang lain mulai menyanyi dan tertawa mendengarkan obrolan masing-masing sembari saya menyelesaikan pertanyaan saya ke Wayan Miyasa. Dan begitulah, yang dibutuhkan terkadang memang teman-teman dengan kesukaan yang sama. Dan waktu bisa jadi tidak terasa.

--

--

Nightman
Nightman

Written by Nightman

A note taker of little things you miss! Write for having fun and in love with books, music, movies and other things that are not too important.

No responses yet