Memahami ‘Norwegian Wood’

Nightman
4 min readJul 20, 2024

--

Saya sudah mendengar mengenai Haruki Murakami belasan tahun lalu. Raditya dika menyebutnya dalam sebuah tulisan yang saya baca. Saya mencari tahu dan tertarik. Namun, satu dan lain hal, saya baru menyelesaikan buku Murakami pertama saya, hari kamis lalu.

Bacaan Murakami pertama saya adalah Norwegian Wood (atau nanti akan disebut sebagai Gelondong Norwegia.) Inilah catatan saya mengenai buku novel tersebut.

Memilih untuk mulai membaca Gelondong Norwegian semata-mata karena novel ini judulnya sama dengan lagu dari Band favorit yaitu, The Beatles. The Beatles mempunyai lagu yang berjudul Norwegian Wood, dan Novel ini memang terinspirasi dari lagu tersebut.

Lagu Norwegian Wood sendiri dinyanyikan oleh John Lennon sebagai vokalis utama. Suara Paul Mccartney sebagai vokalis pendukung membuat lagu ini juga semakin kaya secara harmoni. Sebagai fans the beatles, Norwegian Wood tentu bukan lagu terbaik.

Norwegian Wood meskipun disebut dalam lirik lagu, bukan judul tunggal pada lagu ini. The Beatles menamai lagu ini agar lebih spesifik dengan menambahkan kata ‘The Bird Has Flown’. Lagu ini sendiri dirilis pertama kali tahun 1965, dan bagian dari album Rubber Soul. (edited: seharusnya saya tadi membahas korelasi judul tambahan ini dengan bukunya, tapi lupa, ehehe)

Nah, 22 tahun kemudian, atau tahun 1987, lahirlah novel Norwegian Wood karya Pakde Haruki Murakami.

— — -spoiler alert, baca sampai sini saja jika tak ingin ter spoiler, (meskipun saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menulis tanpa spoiler karena yang saya akan lakukan sebenarnya adalah hanya berkomentar dan mengoceh soal novel ini— —

Lagu ini sendiri merupakan lagu favorit dari salah satu karakter utama dari novel Gelondong Norwegia. Dan lagu Norwegian Wood sendiri disebut sebanyak tujuh kali dalam novel ini. (salah satu tujuan baca novel ini juga mau tau berapa kali lagu the Beatles itu disebut dalam novel ini)

Satu kalimat untuk menjelaskan novel Gelondong Norwegia?

Novel ini bercerita tentang Toru yang mengingat masa mudanya yang penuh gairah, cinta dan di sisi lain mengeni kesendirian yang dia alami.

Saya rasa ini cukup.

Tapi, selanjutnya, saya akan berikan konteks tambahan untuk memahami kalimat tadi.

Cerita terjadi ketika Toru, si karakter utama berada di usia belasan akhir dan 20an awal. Masa ketika dia mengenyam pendidikan tinggi di Kota Tokyo. Selain Toru, ada tiga karakter penting lain dalam buku ini yaitu, Naoko, Midori dan Reiko.

Beberapa karakter lain sepertinya merupakan karakter pendukung yang tak terlalu signifikan jadi tak usah saya ceritakan.

Saya rasa kisah Toru adalah cerita yang lumrah yang terjadi pada anak muda, di Tokyo atau di tempat-tempat lain. Kisah mengenai percintaan, gairah seksual, dan jati diri. Di sela-selanya. Tambahan untuk buku ini, ada cerita mengenai kematian dan kesendirian yang jadi tema lain yang muncul secara berkala.

Yang menarik dari Gelondong Norwegia, atau Murakami sebagai penulis adalah bagaimana dia menyajikan cerita ini dengan ringan dan gaya bertutur yang baik sekali. Penjelasan-penjelasan detail membuat suara Murakami terdengar sekali kala menceritakan kisah di dalam novel ini.

Saya menyukai bagian-bagian berjalan di trotoar kota Tokyo, persinggahan-persinggahan di stasiun kota, deskripsi spesifik tentang waktu atau suasana yang terjadi. Rasa-rasanya seperti di bawa ke Tokyo era 80an ketika buku ini terbit.

Jika menambahkan sebuah kata lagi untuk menggambarkan buku, tragis bisa jadi kata yang tepat. Hal-hal memang lebih sering terjadi tidak sesuai rencana. Harapan dan ekspektasi kerap kali hanya menjadi pisau yang membunuhmu secara perlahan.

— -udah, berasa sotoy sekali ini, wkwkwk, let just say something about what makes this book good, bad, or weird, and also lets rant about the characters in this book instead, — -

Ah, buku ini rasanya personal, entah kenapa ya. Bisa jadi karena lagu Norwegian Wood sebelumnya sudah sangat saya sukai.

Perasaan lain yang muncul adalah, saya rasa, seharusnya saya membaca buku ini 5 atau 10 tahun yang lalu. Perasaan yang muncul bisa jadi akan semakin dahsyat. Meskipun sekarang setelah menyelesaikan buku ini, saya tetap merasa buku ini bagus sekali. Dan ya, jadinya saya perlu membaca satu atau dua buku Murakami yang lain untuk membandingkan.

Saya pikir, Gelondong Norwegia ini memang bukan buku terbaik pakde Murakami. Ada beberapa buku lain yang saya baca review nya lebih menarik. Yang paling dekat saya ingin baca Kafka on the Shore.

Kembali ke Gelondong Norwegia, Toru, karakter utama dalam buku ini sepertinya berpikir menggunakan kepala pen*snya. Beberapa tindakan yang dia lakukan menjengkelkan sekali. Tapi, saya sendiri menyukai karakter Toru. whehehe.

Simpati terbesar tentu kepada Naoko. Dia mengalami banyak hal yang rasanya di luar kekuatan dia untuk bisa bertahan. Saya rasa, apa yang Naoko lakukan bukan jalan ke luar tentu, tapi saya bisa mengerti.

Midori dan Reiko, adalah karakter nyentrik yang setiap kali kemunculannya terasa menyenangkan.

“If you only read the books that everyone else is reading, you can only think what everyone else is thinking.” ― Haruki Murakami, Norwegian Wood.

Kutipan ini tentu paling menarik. Dan hampir membuat saya tidak melanjutkan untuk membaca buku ini, tapi personal favorit saya adalah cerita Naoko dengan kalimat yang sata simpulkan dan kalau tidak salah berbunyi, “Dia sangat baik dan pintar; dan banyak membaca buku! Entahlah, bisa jadi, terlalu banyak membaca buku bisa membuatmu meninggal”

Terakhir, novel ini sangat menarik sekali untuk dibaca dan kabur dari realitas di kehidupan sehari-hari. Di momen-momen tertentu, saya bisa tenggelam dan membaca puluhan halaman dalam sekali duduk.

This is just the first of many Murakami works that I am going to read; so, let’s find out!

--

--

Nightman
Nightman

Written by Nightman

Pencatat hal-hal kecil yang terlewat, mengaku sebagai penyuka buku, musik, film, dan jalan-jalan di jam tiga dini hari.

No responses yet