Aku percaya bahwa harganya terlalu mahal untuk membiarkan pariwisata membuat warga kota menjadi tak nyaman. Beberapa waktu lalu aku berdiskusi dengan beberapa teman mengenai bagaiamana Bali akhir-akhir ini semakin macet. Aku mengatakan, jika terus begini lama-lama warga kotanya akan semakin tak nyaman tinggal di kotanya sendiri.
Temanku kemudian menanggapi bahwa kemacetan adalah keniscayaan. Bali sebagai ikon pariwisata di Indonesia malah harusnya bersyukur. Menurutnya, macet artinya ekonomi sedang bergerak. Uang sedang berputar. Dia kemudian mengingatkan bagaimana ketika pandemi lalu kondisi perekonomian Bali begitu anjlok.
Aku berpikir sejenak sebelum membalas pernyataan temanku tersebut. Aku pikir, ada benarnya juga apa yang dia katakan. Tapi, aku tak setuju sepenuhnya. Kareena bagaimanapun, usai pandemi terjadi, tak ada hal yang benar-benar pemerintah lakukan untuk mitigasi jika virus-virus lain melanda. Pemerintah sepertinya tak mengambil pelajaran apa-apa dari titik nadir perekonomian kemarin.
Aku menjawab dengan mengatakan bahwa Bali belum saja pada tahap iritasi dengan kedatangan turis-turis asing ini. Dan jika itu sudah terjadi, menurutku yang paling kasihan adalah warga kota harus tinggal bersamanya, sementara turis bisa datang dan pergi. Aku memberi contoh dengan apa yang terjadi di Barcelona yang menurutku sudah di tahap ekstrem. Cukup mengetik Barcelona and Tourism, dan akan banyak artikel yang membahasnya.
Sebelum aku pergi ke Portugal untuk melakukan kegiatan kerelawanan, aku saat itu sedang menempuh studi di bidang pariwisata. Hampir dua tahun belajar mengenai industri ini, minatku semakin memudar. Aku rasa, ceramah-ceramah dosenku cenderung memberikan penekanan bagaimana pariwisata bisa mendatangkan banyak keuntungan-keuntungan material.
Hal inilah yang membuat diriku semakin mantap untuk berhenti sejenak dari studi dan melihat hal lain. Dan tinggal di Portugal serta mengunjungi beberapa kota-kotanya, aku pikir bisa mendapatkan pengamatan dan pengalaman-pengalaman alternatif lain.
Aku tinggal di Braga kurang lebih sekitar enam bulan. Waktu yang singkat, namun cukup menyenangkan. Dan selama tinggal di Braga atau di Portugal, aku mengamati bahwa kota ini cukup ramah untuk dihuni. Fasilitas cukup lengkap. Harga-harga kebutuhan juga tidak terlalu mahal. Akses ke kota-kota lain juga terbilang mudah.
Namun, yang paling mengesankan menurutku adalah bagaimana kota ini memberi ruang bagi para penghuninya bisa tetap merasakan hidup yang nyaman.
Di tengah gempuran wisata yang semakin masif, kota ini tetap nyaman untuk ditinggali. Kota ini tak lupa memberi kembali kepada warga kotanya untuk tetap merasa memiliki kota mereka sendiri.
Menurutku, selain dengan fasilitas dan kelengkapan kota dengan taman-taman bermain dan alun-alun yang ramai, salah satu bentuk yang paling mencolok untuk memberi warna rasa kebahagiaan adalah dengan membuat event-event seni, budaya, wisata untuk merayakan dan memeriahkan suasana kota.
Dan selama enam bulan aku tinggal di Braga, sebuah kota kecil di utara Portugal, aku rasa hampir setiap bulan pasti ada saja festival yang digelar untuk menyemarakkan kota.
Hari ini aku akan bercerita tentang festival-festival tersebut dan bagaimana festival ini memberi ruang warganya untuk menikmati kota, dan jika turis datang untuk hal ini, rasanya itu hanya bonus saja.
Semana Santa Braga
Bulan maret ketika tiba di Braga artinya musim semi telah tiba. Musim semi juga berarti paskah sudah di depan mata. Aku rasa, selain Natal, paskah merupakan salah satu perayaan yang populer seluruh dunia.
Di Braga, sudut-sudut kota mulai menghias diri. Paskah identik dengan warna ungu tua, agak gelap. Semacam umbul-umbul diletakkan di berbagai bangunan. Poster-poster penanda juga sudah mulai terlihat di reklame-reklame kota.
Di malam hari, lampu hias berwarna ungu juga dipasang di bangunan-bangunan tua. Lampu-lampu hias juga dipasang di jalanan alun-alun kota. Bunga-bunga ditata rapi di Avenida Liberdade.
Puncak perayaan akan menampilkan tablo penyaliban Yesus. Warga akan berkumpul menikmati kota. Kota akan selalu semarak jika ada acara-acara seperti ini. Braga memang kota kecil, sepertinya, orang-orang bisa saja saling mengenal.
Musim semi memang musim yang menyenangkan untuk tinggal di Braga. Udara masih terasa sangat sejuk. Sepanjang hari, langit akan berwarna biru. Bunga-bunga bermekaran. Buah-buahan mulai ranum. Maret adalah bulan yang menyejukkan hati.
Queima das Fitas
Aku lupa, sepertinya tidak ada perayaan besar yang terjadi di bulan april. Namun, bulan ini adalah waktu perayaan kelulusan bagi mahasiswa di seantero Portugal. Seorang teman mengatakan, di Porto dan Braga akan diadakan selebrasi di waktu tertentu di bulan april.
Namun, Ale, roommate ku dari Italia memberi alternatif yang berbeda. Dia mengatakan, perayaan kelulusan paling meriah diadakan di Coimbra. Salah satu kota di bagian tengah Portugal.
“Aku membaca akan ada banyak orang dan bir gratis yang akan dibagikan. Ayo ikutlah!!” ajaknya.
Tak mempunyai rencana di akhir pekan, aku menyanggupi. Ale sudah datang dengan rencana lengkap. Dia telah menghubungi beberapa mahasiswa yang tinggal di Braga untuk datang bersama ke Coimbra.
Kalau tidak salah, kumpulan mahasiswa tersebut merupakan mahasiswa Erasmus yang sejatinya memang tersebar di seluruh eropa. Mereka menyewa sebuah bus khusus. Aku membayar 20 Euro untuk ikut tour perayaan ini.
Selanjutnya, mari aku jelaskan apa itu Queima das Fitas. Seperti yang aku sebut tadi, festival ini sebenarnya adalah perayaan kelulusan mahasiswa di seluruh Portugal. Yang menjadi spesial adalah, perayaan di Coimbra merupakan perayaan terbesar. Universitas Coimbra, salah satu universitas tertua di Portugal juga merupakan universitas yang menampung banyak mahasiswa dari seluruh dunia. Tak heran perayaan kelulusan di sini diadakan secara besar-besaran.
Baju toga dari kampus-kampus di Portugal juga sangat unik. Aku pernah membaca bahwa inspirasi baju seragam di film harry potter terinspirasi dari seragam ini.
Seperti perayaan-perayaan pada umumnya, para mahasiswa akan berparade dengan baju toga mereka. Namun, yang menjadi unik di Queima das Fitas ini adalah para mahasiswa akan mendesain mobil bak terbuka seunik mungkin dengan berbagai hiasan. Ada juga parade dan pertunjukan musik. Di mulai dari kampus mereka, iring-iringan akan berjalan ke alun-alun dan masyarakat siap menyambut mereka.
Selanjutnya, para mahasiswa akan berdiri di atas bak terbuka lalu membagi-bagikan bir. Baik itu, bir kaleng atau bir dalam gentong. Bagian inilah yang rasanya paling ditunggu.
Masyarakat, atau keluarga para mahasiswa akan ikut pesta bersama dengan meminta bir dari para mahasiswa dan minum bersama. Tour rombongan kami tujuannya sebenarnya ini. Untuk mabuk dengan biaya yang murah. Karena ada sangat banyak bir yang dibagikan secara cuma-cuma.
Aku sendiri tidak minum, namun setidaknya aku mendapatkan 10 kaleng bir. Aku memberikan semuanya kepada Ale, temanku tadi. Dia hampir mabuk. Mukanya telah memerah. Dia telah meminum bir berbagai merek dengan berbagai cara.
Aku tak pernah menyaksikan perayaan dan parade macam ini sebelumnya. Ini jadi pengalaman yang sangat berbeda dan menyenangkan akhirnya.
Sisi lain dari festival ini tentu akan banyak orang yang cedera dan pingsan di tengah-tengah acara. Selain itu, minum bir terlalu banyak juga akan membuat orang-orang jadi sering buang air kecil. Hasilnya, taman dekat alun-alun jadi sasaran. Tidak hanya laki-laki, perempuan juga akan banyak terlihat buang air kecil sembarangan. Ahahaha.
Braga Romana
Menurutku inilah festival dan perayaan yang paling berkesan selama aku tinggal di Portugal atau di Braga. Festival ini digelar di bulan Mei. Bukan hanya di Braga, festival ini juga digelar di kota sebelah yaitu, Guimaraes.
Festival ini digelar seminggu penuh. Akan ada banyak yang bisa dikunjungi. Pertunjukan-pertunjukan, stand aksesoris, kuliner dan jalan-jalan yang tiba-tiba berubah seakan kembali ke zaman Romawi dulu.
Sebagai konteks, kawasan portugal bagian utara memang bagian yang zaman dahulu pernah dikuasai atau merupakan daerah jajahan kerajaan Romawi. Bangunan-bangunan dan tembok-tembok peninggalan masih disaksikan hingga hari ini.
Braga Romana memang festival yang mempunyai konsep untuk kembali ke masa lalu, ke Zaman Romawi. Tak tanggung tanggung, di area festival, aku melihat pertunjukan teater seolah-olah sedang berada di masa lalu. Orang-orang ini akan berbicara dalam berbahasa latin, drama ini semakin memberikan kesan sedang berada di zaman kuno.
Ada juga pandai atau pembuat senjata yang menjajakan barang dagangan mereka. Gelas plastik diganti dengan semacam gelas kayu seperti zaman dulu. Jalan-jalan dihias sedemikian rupa menyesuaikan latar zaman roma tersebut.
Di malam hari akan semakin semarak karena akan ada banyak pertunjukan dan hal-hal seru lain. Festival ini menjadi festival yang hampir setiap hari aku kunjungi kalau bukan untuk membeli pernak pernik, aku datang untuk sekedar melihat-lihat dan menghabiskan waktu di pusat kota.
São João de Braga
Saint John, Juan, Jan, Ivan, namanya akan berbeda-beda di setiap negara. Di portugal namanya menjadi São João. Dia adalah John sang pembaptis. Perayaan untuk sang pembatis penyelamat manusia dirayakan dengan sungguh-sungguh.
Aku pikir, di semua kota di seluruh Portugal merayakan perayaan ini. Di Porto kata seorang teman dirayakan dengan besar-besaran. Ketika ke Covilha beberapa hari setelah usai perayaan, aku melihat masih banyak ornamen-ornamen yang terpasang di kota-kota tempat busku transit.
Namun, festival ini juga digelar sangat meriah di Braga. Menurutku, inilah festival yang paling ramai yang aku kunjungi ketika tinggal di negara Cristiano Ronaldo tersebut. Orang-orang akan berduyun-duyun ke pusat kota, menikmati festival dan menghabiskan waktu.
Ada banyak stand kuliner dan pernak pernik yang dijajakan. Pernak yang harus banyak orang bawa di festival ini adalah semacam balon mainan berbentuk palu. Awalnya, aku tak paham kenapa semua orang rasanya membawa barang ini. Namun, berjalan-jalan di tengah kerumunan dan ke tengah orang, aku jadi paham. Palu tersebut digunakan untuk memukul kepala orang. Aku coba cari di internet makna tradisi ini, namun, yang aku temukan, hal ini hanya sebagai bentuk kegiatan bersenang-senang saja. Tak ada tujuan spesifik.
Namun, hal ini menjadi sangat unik bagiku. Setelah tahu hal tersebut, kadang aku sengaja menyediakan kepala untuk dipukul seseorang kala berpapasan. Namun, kalau tak salah ingat, mereka akan memberi ucapan atau harapan usai memukul kepala dengan mainan tersebut.
Fc Braga Day
Musim panas telah tiba di Bulan July. Liga sepakbola belum dimulai. Namun, inilah waktu yang tepat untuk memperkenalkan tim kebanggan Kota Braga yaitu, FC Braga. Aku sendiri sudah familiar dengan tim ini karena sering aku saksikan di layar kaca.
Selama tinggal di Braga, aku juga hadir hampir sebanyak 3 kali di pertandingan kandang mereka. Mereka mempunyai stadion yang unik. Lokasi stadion dibangun di belahan bukit. Bentuk stadionnya juga tak lumrah seperti stadion-stadion laind di Eropa.
FC Braga juga merupakan perayaan yang seru. Ada panggung musik dan kembang api. Ultras atau penggemar berat klub bola ini akan berparade di tengah kota dan bernyanyi bersama-sama.
Klub ini sebenarnya tak cukup berprestasi. Seorang teman asli Braga mengatakan dia tak mendukung klub kotanya dan lebih memilih untuk memberi dukungannya kepada Benfica. Aku membeli tumbler air untuk kenangan-kenangan perayaan ini.
***
Lihatlah polanya, meskipun Braga merupakan kota wisata, mereka tak membiarkan warganya terasing di tempat tinggal mereka sendiri. Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan di kota kecil ini. Namun, seorang teman, yang telah lama tinggal di Braga dan penduduk asli Braga bercerita,
“Aku telah sedikit tak nyaman dengan kota ini, terlalu banyak turis. Dulu rasanya tidak seperti ini. Sekarang semuanya dijadikan untuk kepentingan turis,” keluhnya.
Aku hanya mengangguk.