Saya menepati janji kepada diri sendiri untuk membuat tulisan ini dalam setidaknya 3 bagian. Awalnya, saya bahkan ingin menjadikannya empat bagian. Tapi saya rangkumkan saja bagian empat, yaitu dalam kalimat setelah tanda koma di judul ini.
Ide utamanya tetap untuk memberi sisi lain dari dua tulisan yang saya buat untuk media lokal di Bali. Merekalah yang meminta saya untuk liputan Joyland Festival 2024 kali ini.
Dua tulisan saya yang dimuat di Balebengong, yang pertama berjudul “Membawa dan Menghibur Anak di Festival Musik” dan “Tak Sekadar Musik di Joyland.” Bisa dibaca langsung dengan klik linknya.
Sebenarnya, saya juga melakukan reportase khusus mengenai pengelolaan sampah di acara festival musik. Namun, untuk bagian ini, seorang teman yang menggarap. Saya juga ingin melihat hasilnya, namun hingga hari ini hasil reportasenya belum dipublikasikan.
Bagian terakhir ini, seperti yang saya singgung di atas, juga akan berisi rangkuman seluruh festival. Hal-hal menyenangkan dan hal-hal yang tidak menyenangkan lainnya. Begitulah, karena tidak mungkin kan semua berjalan mulus. *isi dengan pengandaian lain semacam, gading yang tak retak dan sebagainya*
Jadi mari kembali ke awal, saya ragu untuk menyebut diri itrovert, namun saya memang tidak terlalu suka keramaian. Terlibat pada konser, parade, pawai, orang-orang berkumpul rasanya hanya akan menghabiskan banyak energi.
Berkumpulnya banyak orang artinya kemungkinan akan bertemu dengan orang-orang yang sama. Dalam acara Joyland Festival kali ini, setidaknya saya bertemu dengan dua teman yang tiba-tiba menyapa.
Alhasil saya harus berpindah ke mode ekstrovert dan berusaha untuk tidak terlihat tidak antusias. Bukan saya tidak suka bertemu mereka, namun saya merasa agak sedikit canggung saja. Tidak terlalu akrab, juga jadi satu sebab percakapan terasa nanggung dan serba aneh.
“Kenalin ini Harun,” ujar seorang teman mengenalkan saya ke teman perempuannya.
Si perempuan mengangguk, saya ikut mengangguk, dan diam beberapa detik, lalu kemudian saya menjulurkan tangan untuk salaman.
“Temanmu, bung?”
Saya mencoba bertanya berbasa-basi. Sebenarnya dalam hati ingin mengatakan, “pacarmu, Bung?” namun takut membuat suasana jadi lebih canggung.
Saya pun izin pamit ke berkeliling dengan alasan untuk liputan.
Mari kembali ke topik. Nah, hari ketiga Joyland Festival 2024 dibuka dan dimeriahkan oleh Dialog Dini Hari. Saya tak mengikuti dari awal, karena masih ingin menyaksikan penampilan seorang stand up comedy. Namun, sayup-sayup terdengar suara Dadang SH Pranoto di kejauhan.
Saya mendekat ke panggung mereka di lagu terakhir. Penggemar DDH tentu saja akan menikmati penampilan mereka hari itu karena tepat sekali mereka tampil ketika senja mulai turun. Namun, hari itu berawan, jadi senja tidak begitu senja seperitnya.
Setelahnya tampil Isyana Saraswati yang penuh energi, dan beberapa band yang bagi saya tak terlalu familiar. Jadi saya hanya beristirahat saja sembari menunggu Hindia, band yang saya ingin saksikan di hari ketiga tersebut.
Saya sendiri bukan benar-benar fans dari Hindia, wait atau tepatnya Baskara. Saya baru-baru ini tahu bahwa dia bergiat di banyak band lain, misalnya, .Feast, Hindia, Lomba Sihir, dan entah apa lagi namanya.
Tapi, saya sendiri suka sekali dengan album “Menari dengan Bayangan” milik, band Baskara yaitu Hindia. Album ini menyelamatkan saya dari waktu-waktu bosan kantor tempat saya bekerja sebelumnya.
Saya rasa lirik-liriknya cukup cerdas menceritakan hidup di fase quarter life crisis. Tanpa melihat daftar lagu-lagunya, saya menyukai Untuk apa / Untuk Apa?, Evaluasi, Rumah ke Rumah, Secukupnya, Membasuh, atau ya semua lagu di album ini bagus.
Di Joyland Fest 2024 kali ini akan menjadi kali pertama saya menonton Hindia tampil secara langsung.
Menyaksikan mereka perform, saya lebih banyak memperhatikan bagaimana mereka tampil. Gambar latar yang dipakai, dan cara mereka manggung.
Dari pengamatan setidaknya selama hampir 30 menit, mereka tampil mengesankan. Saya sendiri menyukai pengalamannya. Beberapa lagu yang saya tahu mereka bawakan, hingga sesekali saya bisa menyanyi bersama.
Tapi saya tak berdiri hingga Hindia selesai tampil. Berdiri di dekat speaker membuat telinga saya agak pekak. Keputusan yang salah untuk berdiri di dekat sound system.
Alhasil hanya 30 menit waktu yang saya dedikasikan untuk menonton Hindia.
Selama tiga hari festival, saya sebenarnya lebih banyak duduk-duduk di booth Pertamina. Saya berkenalan dengan barista yang berada di booth tersebut. Jadinya, jika lelah berkeliling-keliing di area festival saya akan ke sina meminta kopi atau main game yang disediakan.
Sisanya, di sini saya bertemu banyak teman baru. Mendapatkan cerita-cerita yang unik. Ngobrol dengan orang-orang random yang saya temui.
Saya jadi menyadari bahwa cerita-cerita memang akan datang jika kita keluar dan berbicara dengan orang-orang lain. Hal-hal baru yang tidak kuta ketahui kadang bisa disampaikan oleh orang lain. Mendengar lebih banyak cerita yang tidak kita alami.
Hal ini lah yang mungkin tidak saya dapatkan jika saya menolak untuk liputan acara Joyland Festival kali ini.
Orang yang menolak untuk diwawancara tentu masih ada, tapi hal itu memang harus terjadi dan tidak ada masalah. Sebagian yang lain malah menyenangkan sekali ketika saya meminta mereka untuk diwawancara.
Inilah yang membuat Joyland ini menjadi menyenangkan. Selain itu, karena banyak bintang tamu yang keren, sempat ikut berfoto dan sedikit mengobrol. Salah satunya, saya bertanya perihal dokumenter Raisa yang digarap Soleh Solihun, soal komedi kafe ke Mosidik, dan yang paling menyenangkan ngobrol bersama Arina, sang vokalis Mocca.
Saya bertemu Arina di White Peacock Club, stage khusus untuk anak-anak di mana Mocca tampil. Saya sempat mewawancarainya untuk bahan liputan. Sempat juga mengobrol hal-hal bodoh lain namun tak begitu penting karena saya lebih banyak mengalami starstruck.
Bertemu langsung dengan vokalis dari Band Idola masa remaja rasanya senang sekali. Saya ingat lagu pertama Mocca yang saya dengar adalah, Do what you wanna do, lagu yang rasanya membebaskan sekali.
Setelahnya, saya melahap banyak lagu-lagu Mocaa. Lirik sederhana, dan musik yang enak membuat Mocca langsung merebut hati saya. Mocca adalah band yang lagu-lagunya everlasting dan tak lekang di makan waktu.
Bertemu Arina rasanya seperti mimpi menjadi nyata. (ehehehe, ya gimana lagi deskripsiin pengalaman ini) Lebih dari itu, saya bahkan sempat berbincang-bincang sedikit dengannya. Senang sekali.
Pengalaman nonton Joyland Festival 2024 memang lebih condong untuk dikategorikan sebagai pengalaman yang menyenangkan. Namun ya, ini juga pengalaman yang biasa saja sebenarnya. Bahkan garing di beberapa bagian hingga banyak penampil yang saya tidak familiar.
Untuk semuanya, saya tetap menikmati pengalamannya. Joyland Festival 2024 menyenangkan!!! *Tok, tok, tok*