Guyub Diaspora Indonesia di Portugal

Nightman
4 min readDec 18, 2023

--

Photo by Masjid Pogung Dalangan on Unsplash

Tentu yang paling aku takutkan dalam perjalanan jauh dari rumah adalah tidak punya orang untuk dimintai pertolongan. Aku pernah membaca perihal bagaimana orang-orang Eropa bisa sangat mementingkan diri sendiri. Individualis, kata banyak orang.

Jadilah ketika aku tiba di Portugal 2019 lalu, salah satu hal pertama yang aku lakukan adalah menghubungi teman-teman PPI Portugal. Jika aku tak membutuhkan pertolongan berarti, paling tidak, aku akan punya teman baru di negara jauh ini.

Momen pertemuan pertama dengan orang-orang Indonesia di Portugal adalah ketika mereka mengadakan acara bertema keIndonesiaan di sebuah kampus di Porto. Karena dekat dengan Braga, aku datang untuk mencoba memperkenalkan diri dan bertemu langsung dengan ketua PPI Portugal waktu itu, Mas Daya.

Kalau tidak salah ingat, Mas Daya sedang menempuh studi Doktoral di bidang sejarah di U-Porto, sebutan untuk Universidade de Porto. Dia banyak bercanda. Jika bertemu, dia akan sering melempar joke-jokes yang bapak-bapak. Aku baru ingat bahwa dia memang bapak-bapak. Dia juga merupakan seorang dosen di salah satu kampus di Indonesia.

Sebetulnya, tak banyak juga anak PPI yang aku kenal. Selain, PPI ada juga orang-orang Indonesia yang memang tinggal di Portugal, baik itu untuk bekerja, atau menikah dengan warga setempat. Tapi, mari aku ceritakan satu-satu yang menurutku menarik.

Selain mas Daya, aku juga mengenal Mas Thomi, salah satu mahasiswa PPI yang sedang menempuh pendidikan di Portugal. Aku agak lupa dia berkuliah jurusan apa. Aku juga lupa pertama kali bertemu dengannya di mana.

Namun, aku masih ingat, aku pernah ikut menginap di tempatnya. Aku juga dimasaki makan-makanan enak. Dia pribadi yang hangat dan santai untuk diajak berbicara.

Selain itu, Ada juga bli Made, yang aku ikuti acaranya di U-Porto, selain itu ada juga mba Dwi, mba Ika, ada juga mba Roya dan Suaminya yang kerja di kedutaan, dan beberapa teman lain yang namanya perlahan mulai aku lupakan.

Setidaknya ada beberapa momen aku ikut guyub dan kumpul dengan beberapa orang Indonesia di Portugal. Kalau tidak salah, setelah acara PPI ada acara halal bi halal, dan acara perayaan kemerdekaan.

Dua acara ini tentu ada makan-makannya. jadi tambah seru! Karena setelah 4 bulan lebih tidak makan sambal dan hanya makan berbagai bentuk spaghetti, aku sedikit merindukan masakan Indonesia.

Acara halal-bi-halal lebaran sendiri dilakukan di salah satu rumah orang Indonesia di Coimbra. Ini kali kedua aku datang ke Coimbra, sebelumnya aku pernah ikutan tour ke Coimbra juga beberapa sebelumnya.

Acara halal-bi-halal dilakukan di rumah Mba Imelda, namun sehari sebelumnya mereka melakukan persiapan di rumah Mbak Lain yang aku lupa sekali namanya. Namun, aku masih ingat beberapa percakapan kami.

“Saya baru minggu lalu datang dari Jakarta,” ceritanya.

Dia sendiri telah lama di Portugal. Ia juga mempunyai suami seorang Portugal, dia mempunyai dua anak yang sekitaran SMP atau SMA yang tidak aku tahu namanya, namun wajahnya masih menyiratkan aura Indonesia.

Dia bercerita kerja di bidang teknologi informasi. Suatu waktu ketika aku ikut berbelanja dengannya ke Supermarket, dia bercerita banyak hal, dan aku senang mendengarkannya berbicara.

Dia sangat baik kepadaku. Aku disuruhnya santai saja tanpa perlu memusingkan suatu apapun.

“Jika kamu di sini lebih lama, aku akan membawamu ke pusat Casino terbesar di Coimbra,” ajaknya.

Acara halal bi halal berlangsung seperti acara halal-bi-halal pada umumnya. Orang-orang Indonesia di seantero Portugal diundang ke Coimbra untuk datang. Tamu undangan penting, tentu hadir waktu itu adalah Duta Besar sendiri. aku ikut bersalaman.

Selain aku itu, aku juga ikut guyub bersama orang-orang Indonesia di Portugal ketika ada acara perayaan hari kemerdekaan Indonesia. aku ikut menjadi peserta lomba dan menang juara 3 lomba main tenis meja. aku bahkan mendapat medali tanda juara.

Aku juga ikut apel upacara dan pengibaran bendera merah putih. Aku rasa tak lebih dari seratus orang yang hadir, namun acaranya sangat menyenangkan. Jauh dari tanah air membuat upacara rasanya semaki khidmat.

Kiri ke kanan (Mas-mas yang kerja di kedutaan tempat aku nginep, mas thomi, mba yang tinggal di Braga, Mba Dwi, Pak Dubes, Mas Daya, sisanya nga tau namanya) Kiri ke kanan yang duduk (Mas tatang, aku baju putih yang duduk, suaminya mba roya yang paling kanan, sisanya nga tau nama, lupa, maapkan)

Kedutaan sendiri berlokasi di Lisbon, aku harus bepergian dari Braga ke Lisbon sekitar 7 jam. Perjalanan yang cukup jauh, namun sepadan. Nanti akan aku buat cerita khusus tentang kota-kota di Portugal yang aku kunjungi.

Di Lisbon atau di Lisboa, aku tinggal di rumah salah seorang pegawai kedutaan untuk 2 hari, dan satu hari di rumah seorang kawan dari Lombok.

Selain lomba, sebenarnya ada diskusi kebangsaan kecil-kecilan juga yang digelar. Dan aku ingat sekali, dulu aku membuat instastory dengan caption,

“Wah ternyata, diskusinya cukup progressif ya,”

Aku juga ingat sekali, pak Dubes waktu itu alih-alih berbicara masalah nasionalisme buta yang harga mati, dia memilih untuk mengingatkan kembali bahwa dahulu pendiri bangsa ingin membentuk negara berlandaskan nasionalisme kemanusiaaan. Aku sangat setuju. Karena, aku rasa, dengan cara itulah, nasionalisme bisa terus beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Sejauh apapun rumah yang kau tinggalkan, kau selalu bisa membuat rumah-rumah baru di tempat lain. Inilah perasaan yang aku alami selama beraktivitas bersama orang-orang Indonesia di Portugal. Rasanya menjadi diaspora memberi kesan kebersamaan yang erat.

Mungkin jika aku suatu hari ke Portugal lagi, aku akan mencoba menyapa mereka.

--

--

Nightman
Nightman

Written by Nightman

Pencatat hal-hal kecil yang terlewat, mengaku sebagai penyuka buku, musik, film, dan jalan-jalan di jam tiga dini hari.

No responses yet