Gabriella dan Sedikit Tentang Diaspora

Nightman
4 min readNov 18, 2023

--

Unsplash/Ricardo — Aku tahu gedung dan jalan ini, dan saban hari selalu melewatinya untuk ke Pusat Kota.

Braga sedang berada pada fase akhir musim dingin saat aku tiba. Tepatnya tanggal 13 Maret 2019. Atau bisa jadi lebih tepat disebut sebagai awal musim semi.

Setelah menempuh penerbangan yang hampir memakan waktu 26 jam, saya tiba di kota ini sekitar jam 3 sore.

Seorang perempuan, yang kemudian saya tahu namanya sebagai Gabriella, atau aku menyapanya akrab dengan nama Gabi telah menunggu di stasiun. Dia menjadi orang pertama yang aku kenal di Braga.

Berbekal foto di pesbuk yang di share oleh koordinator organisasi, dia langsung mengenaliku ketika aku turun dari bus. Dengan bahasa Inggris yang belepotan, dia memperkenalkan diri sekaligus mengatakan bahwa dirinya akan menjadi salah satu pendampingku selama berkegiatan di Braga.

Gabriella sebenarnya bukan orang asli Portugal. Dia merantau jauh dari Brazil. Minggu-minggu pertama kami bertemu, dia selalu sungkan dan mengatakan bahwa bahasa Inggrisnya masih kurang bagus. Dia mohon permakluman.

Sebagai Kota dengan kebanyakan orang tidak bisa berbahasa Inggris, saya rasa kemauannya untuk belajar bahasa Inggris memang harus diacungi jempol. Karena, bahasa Inggris memang bukan bahasa ibunya.

Gabi mengatakan dia bekerja di Host Organisasi yang menampung saya untuk volunteer selama enam bulan ke depan. Selain bekerja, dia juga sedang menempuh pendidikan master di salah satu kampus.

Gabi juga menjadi orang yang hangat. Kala berkunjung ke tempat dia tinggal, dia selalu menyambutku ramah. Namun sayang, aku dan Gabi berpisah di bulan ketiga atau keempat, keaadaan memaksanya untuk kembali ke kampung halamannya.

“Harun, saya rasa, saya akan kembali ke Brazil dan tidak akan kembali ke sini lagi. Ayah saya sedang sakit, saya tidak ingin jauh-jauh darinya,” kata dia suatu waktu di sekolah tempat kami mengadakan kegiatan.

Aku dan beberapa teman membuat pesta perpisahan untuknya. Dengan beberapa makanan dan minuman di meja, kami mengantarnya pergi. Aku menjabat tangannya dan mengucapkan banyak terima kasih karena telah membantuku selama 4 bulan terakhir. Dia juga mengutarakn beberapa hal soal kesan dan pesan selama aku bertemu dengannya. Aku rasa aku meninggalkan kesan yang baik baginya.

Kami berpelukan. Malam itulah terakhir kali aku melihatnya.

Aku dan Gabriella mengendarai sepeda untuk berkegiatan — Foto: Synergia

Rumah dan Dua Orang Tidak Terlalu Berkesan

Sudah ada dua orang lain yang tinggal di Rumah di Rua das Forças Armadas yang saban hari aku ceritakan. Mereka adalah, Sofia dan Martina. Sofia berasal dari Yunani dan Martina berasal dari Italia.

Mereka menyambut baik kala aku tiba di apartemen, seorang dari mereka juga meminjamkan penghangat ruangan agar aku bisa tidur di malam pertama aku tinggal. Maklum, suhu udara waktu itu sekitar 14 derajat celcius. Cukup suhu yang dingin, dan bukankah itu, sebuah gesture yang baik bukan?

Mereka memberikan aku tour apartemen. Menunjukkanku cara memakai kompor. Memperlihatkan cara memakai mesin cuci dan cara menjemur baju.

Aku juga diajak untuk pergi ke supermarket terdekat untuk berbelanja. Dan meminjamkan sepeda mereka agar bisa aku pakai untuk melihat-lihat kawasan perumahan.

Namun, interaksi dengan mereka memang singkat dan tidak terlalu berkesan. Ketika aku tiba, itu adalah masa-masa akhir mereka tinggal di apartemen tersebut.

Di Minggu kedua bahkan, mereka sudah pergi untuk midterm-training. Semacam, training untuk volunteer di pertengahan kegiatan mereka. Praktis, hanya di hari-hari terakhir mereka menjadi volunteer saja waktu dimana aku bisa berbincang dengan mereka.

Alhasil, tidak banyak cerita yang aku bisa bagikan tentang mereka. Kecuali, kalau tidak salah ingat mereka memberi kabar akan pergi dan kembali ke negara mereka di suatu hari bulan april.

Sedikit Tentang Diaspora

Ketika kami berkunjung ke tempat di mana kami akan melakukan kegiatan, Gabi selalu memperkenalkanku sebagai Harun dari Indonesia. Namun, pasti dan hampir pasti mereka tidak akan tahu Indonesia itu letaknya di mana.

Beberapa kali ada yang menganggap Indonesia berada di Afrika. Namun kemudian kami akan menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara dari Asia. Dan jika ada peta di sekitar kami, pekerjaan kami akan semakin mudah karena kami cukup menunjukkan di mana letak Indonesia.

Nah, orang-orang yang tinggal di luar negeri juga sering disebut sebagai diaspora. Diaspora-diaspora ini biasanya juga sebagai agen untuk memperkenalkan Indonesia ke seluruh dunia. Selain lewat olahraga yang kebanyakan juga tidak terlalu berprestasi.

Ada yang bilang, ketika kamu tinggal di luar negeri, kamu akan menjadi bagian dari orang-orang terdepan untuk mempromosikan Indonesia ke seluruh dunia.

Sebagai negara yang masih dianggap negara dunia ketiga atau global south, nama Indonesia masih sering kali kalah dari nama-nama negara lain misalnya Thailand atau India.

Di Braga, misalnya, saya menemukan dan sering lewat depan restaurant Thailand yang saban hari selalu ramai pengunjung. Meskipun lokasinya cukup sempit masuk ke lorong-lorong kota. Restoran India di sisi lain bahkan bisa nangkring di spot-spot utama wisata kota.

Selain itu, akan dengan mudah menemukan orang pakistan atau India di Braga. Penjual souvenir atau peralatan Handphone biasanya orang-orang India atau Pakistan. Komunitas Masjid dan satu-satunya Masjid di Kota juga dibangun oleh dua orang bersaudara asal Pakistan. Saya akan cerita lebih detail soal ini.

Restaurant China tentu tak usah ditanya.

Di sisi lain, selama saya tinggal di Braga, saya tidak pernah bertemu dengan orang Indonesia sama sekali. Ya, Braga memang kota kecil, dan tidak sepenting Porto misalnya, namun, yang jadi pertanyaan, kenapa kita tidak meniru Thailand misalnya dan membuat restaurant Indonesia di Braga atau kota-kota lain di seluruh dunia.

Saya yakin, masakan Indonesia tidak kalah enak dengan masakan Thailand. Entahlah?

Namun, seiring waktu dan mulai menyapa kawan-kawan PPI Portugal, saya akhirnya tahu ada orang Indonesia yang tinggal di Braga. Dia sempat mengundangku ke rumahnya untuk bertamu. Entah mengapa, hingga bulan Agustus, yang jadi bulan terakhir aku berada di Braga, rencana tersebut tidak pernah terlaksana.

--

--

Nightman
Nightman

Written by Nightman

Pencatat hal-hal kecil yang terlewat, mengaku sebagai penyuka buku, musik, film, dan jalan-jalan di jam tiga dini hari.

No responses yet