Aku menunda suatu pekerjaan hanya untuk menulis catatan kemarahan ini. Aku pikir akan ada cukup jeda sebelum mimpi buruk ini benar-benar terjadi.
Ketika si itu memenangi kontestasi 14 Februari lalu, aku tahu yang kalah adalah kita semua. Sepertinya itulah deskripsi yang paling tepat.
Tepat ketika angka-angka itu muncul dan rasanya tak akan terkejar lagi, aku tahu, mimpi buruk itu memang benar-benar akan menjadi nyata.
Tak mengelak, aku bahkan malah pergi menonton Film Eksil, yang di suatu kota bahkan penayangannya tidak diperbolehkan. Memang, negara tidak pernah memberi apa-apa kecuali bahan untuk marah dan kecewa saja.
Malamnya, aku menulis di blog ini, Pada akhirnya, kita mendapatkan pemimpin yang pantas kita dapatkan.
Aku menulis kalimat itu untuk menandai mimpi buruk yang akan segara datang. Namun, aku sama sekali tak tahu bahwa mimpi tersebut datang secepat ini. Mimpi yang hanya bisa membuatku marah dan rasa-rasanya tak bisa melakukan apa-apa.
Jadi, ceritanya malam ini harusnya kami bersuka cita. Malam ini adalah malam Nisfu Syaban. Malam yang menandai Bulan Suci Ramadhan sudah di depan mata.
Nisfu Syaban sendiri selalu kami peringati dengan sykuran di surau kecil di tengah kampung.
Semua orang, atau setidaknya hampir semua orang akan datang ke surau untuk memohon doa yang baik-baik.Berharap berkah dan dipanjangkan umur agar bisa sampai di Bulan Ramahdan.
Ketika kecil, aku ingat sekali, momen Nisfu Syaban akan selalu jadi momen untuk dirayakan. Karena bagi bocah Sekolah Dasar sepertiku, malam ini artinya akan ada banyak masakan yang enak-enak.
Tumbuh dan besar di kampung artinya, masak-masakan enak hanya akan terjadi jika ada acara-acara penting, salah satunya Nisfu Syaban. Namun, malam ini aku mendapat kabar yang tidak mengenakkan.
Bersumber dari beberapa foto yang disebar dari Grup Whatsapp Kampung, aku menemukan bahwa perayaan Nisfu Syaban tahun ini tidak sama lagi. Bukan karena kami tidak bersykur dengan fakta bahwa bulan Suci akan datang, namun lebih karena hal-hal yang memang di luar kendali.
Aku sendiri marah. Karena sebagai masyarakat yang tidak bisa melakukan apa-apa atas kondisi ini, pemerintah yang zalim ini akan berkuasa hingga lima tahun ke depan.
Jadi, sudah sekitar satu atau dua bulan terakhir beras mulai langka. Jika tidak langka, harganya selangit. Aku memperhatikan keluhan ini di sosial media cukup sering.
Puncaknya, kemarahan baru benar-benar terasa ketika malam perayaan Nisfu Syaban kali ini jadi berbeda. Pasalnya, orang-orang kampung mengatakan bahwa tidak ada makanan yang dihidangkan dalam perayaan Nisfu Syaban kali ini. Kau tahu kenapa? Karena beras mahal!
Tidak, orang-orang di kampung tidak tunduk. Malam Nisfu Syaban tetap diperingati. Surat Yasin tetap dibaca sebanyak tiga kali. Doa untuk panjang umur, kuat iman, dan rizki yang halal tetap diharap.
Ketika mereka bisa menggunakan beras-beras itu untuk memberi bantuan untuk meraup suara, ada tradisi yang mereka hilangkan. Ketika mereka memakai uang negara untuk kepentingan mereka, dan bahan pokok sepenting beras menjadi mahal dan langka, aku pikir kita memang sedang tidak baik-baik saja.
Bahkan lebih buruk.