Saya tidak ingat dengan jelas, kapan pertama kali saya mendengar istilah korupsi. Yang pasti, saya tahu istilah ini ketika berada di bangku Sekolah Dasar. Agak lupa kelas berapa. Pada waktu itu, pemahaman akan korupsi juga sangat terbatas hanya terkait penyelewengan dana negara.
Selanjutnya, saya juga mendengar istilah kolusi dan nepotisme. Namun, dua kata ini baru bisa saya pahami hingga akhir Sekolah Dasar atau awal Sekolah Menengah Pertama.
Kembali membahas terkait korupsi, Kukuh Adi, seorang Komika, dalam sebuah acara berpendapat bahwa kata korupsi akhir-akhir menjadi kata yang overrated. Maksudnya, kata korupsi menurut dia kian mengalami penyempitan makna, atau bahkan hampir tidak terlalu bermakna apa-apa.
Hal ini karena banyak yang beranggapan bahwa korupsi hanya dapat disematkan jika seorang pejabat mengambil uang negara. Padahal tindakan korupsi seharusnya bisa lebih luas seperti misalnya trotoar rusak yang tak kunjung diperbaiki atau banjir yang kerap melanda karena dana revitalisasi sungai tak sesuai.
Saya rasa itu tidak salah. Tentu sebelumnya, kita harus bisa membedakan korupsi dan perilaku koruptif. Namun iya, rasa-rasanya, pendidikan antikorupsi yang masih kurang di Indonesia menyebabkan kata korupsi kian hari semakin elit. Korupsi seakan menjadi cap yang istimewa, ketika seharusnya korupsi adalah tindakan kriminal luar biasa.
Terkait pendidikan antikorupsi, masih banyak pejabat di Indonesia yang masih belum memahami dengan benar apa itu korupsi. Seperti yang saya bilang tadi, makna korupsi hanya terbatas pada penyelewengan dana negara, sementara memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi, suap, pungli, gratifikasi sering kali tidak dimasukan dalam artian korupsi yang mereka pahami.
“Ambil saja uangnya, jangan pilih orangnya,” kata seorang pejabat, pemuka agama, guru, orang-orang berpendidikan suatu waktu kala membahas mengenai politik uang. Saya sendiri cukup jengah mendengar ajakan ini. Bagaimana tidak, perilaku suap sendiri dikampanyekan dan dianggap wajar.
Kita bisa berdebat tentang definisi korupsi yang tidak merugikan negara, namun hal ini sudah termasuk tindakan koruptif yang memang seharusnya dijauhi, bukan?
Penting sekali memang untuk memahami lebih dalam terkait isu korupsi. Karena, bisa jadi masih banyak orang yang belum menyadari apa yang mereka lakukan bisa jadi termasuk dalam tindakan korupsi.
Pentingnya Pendidikan Antikorupsi
Nisa Zonza, kepada sekolah Akademi Antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW), menyebut ada lima alasan kenapa pendidikan antikorupsi itu penting. Pertama, menurut dia, jumlah koruptor terus bertambah. Kedua, usia koruptor semakin muda. Ketiga, korupsi merupakan tanggung jawab semua pihak. Keempat, masyarakat menjadi korban korupsi. Dan kelima, banyaknya korupsi di sektor pendidikan.
Poin-poin di atas menjadi tanda-tanda yang mengkhawatirkan dan menunjukkan betapa pentingnya untuk memerangi korupsi. Kritik juga datang dari Vishnu Juwono, seorang Pakar Politik Kebijakan Publik di Universitas Indonesia, yang menyatakan bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dirilis oleh Transparency International (TI) Indonesia pada tahun 2023 tidak mengalami perubahan atau tetap pada angka yang sama. IPK 2023 menunjukkan kestabilan pada angka 34, dengan peringkat Indonesia turun ke urutan 115 dunia.
Oleh karenanya, sebagai salah satu bentuk upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia, literasi dan pendidikan antikorupsi harus lebih digalakkan. Akademi Anti Korupsi memberikan tiga alasan mengapa belajar anti korupsi sangat penting.
Pertama, belajar antikorupsi membantu membangun kepribadian seseorang. Ini membekali individu dengan keterampilan untuk mencegah perilaku koruptif dan menghindari terlibat dalam tindak pidana korupsi di masa depan.
Kedua, pembelajaran ini juga berkontribusi pada penguatan kepekaan terhadap perilaku koruptif. Dengan pemahaman yang lebih mendalam, seseorang akan lebih cermat dalam menghindari tindakan koruptif, baik yang melibatkan uang maupun tidak.
Terakhir, belajar anti korupsi memiliki dampak positif dalam mencegah korupsi secara lebih luas, yaitu dengan memberdayakan seseorang untuk berani mengingatkan keluarga, kerabat, teman-teman, dan lingkungan sekitar agar tidak terlibat dalam perilaku koruptif.
Belajar anti korupsi bukan hanya tentang memahami kerugian korupsi tetapi juga membangun karakter dan kepekaan terhadap perilaku koruptif. Ini memberikan dampak positif dalam mencegah perilaku koruptif di diri sendiri dan orang lain, mempromosikan integritas, dan berkontribusi pada pembentukan masyarakat yang bebas dari korupsi.