2 Jam di Museum Prado

Nightman
6 min readJun 27, 2024

--

Kami dihadapkan untuk memilih antara ke sayap kanan atau sayap kiri gedung besar itu, kami memilih ke kiri. Dan kami tak pernah menyesalinya.

Ini adalah cerita dua jam aku mengunjungi museum Prado. Dua jam yang menyenangkan. Dua jam yang menakjubkan. Cerita ini adalah cerita mengenai kunjungan ke museum terbesar dan terlengkap di Spanyol. Tidak lain dan tidak bukan, Museum Prado.

Orang-orang Spanyol membanggakan sekali museum ini, mereka akan menyombongkan diri dan berkata,, “Jika Perancis punya Louvre, kami punya Prado.”

Tahun 2022 lalu, aku pergi ke Madrid, selama dua minggu. Bukan perjalanan liburan, namun perjalanan untuk kepentingan organisasi. Aku menulis beberapa catatan untuk perjalanan ini di beberapa tempat, termasuk di medium ini. Kamu bisa mencarinya di arsip-arsip lama.

Namun, pada tulisan tersebut, aku tak pernah menulis secara detail tentang kunjungan ke museum ini. Aku hanya sesekali menyebutnya dalam beberapa tulisanku. Jadi tulisan ini diniatkan untuk menulis lebih detail mengenai pengalaman tersebut.

Selama perjalanan di Spanyol, aku sebenarnya tak berniat berkunjung ke museum. Aku tahu, beberapa museum mempunyai tiket masuk yang tak ramah di kantong. Dan kantongku memang tak ramah untuk mengeluarkan uang-uang yang selembarnya saja 75 ribu. (pecahan euro terkecil yaitu, 5, jadi ya sekitar 75 ribu, dan itu uang yang besar)

Namun, temanku, Dhania, cukup jeli, hari pertama ketika kami mengunjungi pusat Kota Madrid, dia memperhatikan bahwa di depan Museum Prado orang-orang pada melakukan antrian. Seingat saya, dia melakukan pencarian di internet dan menemukan bahwa Museum Prado bisa dikunjungi secara gratis di tengah pekan, namun hanya di jam-jam tertentu saja.

Dia memberitahuku akan hal ini, aku menyanggupi untuk ikut pergi.

Saat kunjungan pertama ke pusat Kota Madrid, kami memang lewat di depan museum ini. Aku melihat sebuah patung yang dipajang di depan gedung museum. Aku tak tahu dia siapa sebelum aku membaca tulisan di bagian bawah patung tersebut dan mendapati tulisan, “Francisco Goya”. Waktu itu, aku mengambil gambar, dan berlalu.

Selasa 9 Agustus 2022, tepat ketika pekerjaan kami selesai Aku dan Dhania memutuskan untuk pergi. Dua orang kawan kami asal Thailand punya rencana masing-masing. Kami berdua mengambil peta jalur kereta di lobby apartemen tempat kami menginap dan berusaha mempelajarinya secepat mungkin sembari berjalan ke stasiun kereta.

Sebenarnya, kami cukup familiar, karena sudah beberapa kali pergi ke pusat Kota bersama kawan-kawan yang lain. Tapi, kali ini menjadi agak deg-degan karena, kami pergi berdua, dan kami tak bisa membuka google map karena kami tak membeli simcard lokal untuk bisa terhubung online.

Akan tetapi, kami rasa, kami tidak akan tersesat.

Aku berpikir, aku hanya perlu ke stasiun central dan selanjutnya dari sana bisa melihat jadwal kereta ke arah kota kecil di pinggir Madrid tempat kami menginap.

Hari itu, tujuan kami memang mengunjungi museum itu saja. Dan mungkin berjalan di sekitar taman kota.

Terik musim panas di Madrid menyengat sekali. Sekitar 39 derajat. Bukan cuma panas dan menyengat, rasanya, udara sangat kering. Aku tidak cukup nyaman dengan suasana ini sebenarnya, namun, demi bisa mengunjungi museum secara gratis, pukul 2 siang ketika matahari sedang tepat berada di atas kepala, kami keluar dan berjalan di bawah terik matahari ke stasiun yang akan membawa kami ke Madrid selama 30 menit.

Saat kami tiba di Madrid, kami langsung berjalan ke arah Museum.

Seperti dugaan, antrian panjang telah terjadi. Orang-orang rasanya tidak peduli dengan sengatan sinar matahari. Kami ikut mengantri sekitar pukul 1630an. Sekitar 30 menit kami mengantri, kami pun sudah mendapatkan tiket.

Namun antrian tak berhenti di situ, kami harus antri sekali lagi di loket tempat masuk. Kami mendapatkan waktu berkunjung pukul 18.30. Kami setidaknya punya waktu 1 setengah jam berkeliling di dalam museum.

Kami tak boleh membawa barang apapun ke dalam museum, jadinya, tas kecil tempat aku menaruh air dititipkan di tempat penitipan.

Ketika kami melangkah masuk, kami langsung disambut dengan lukisan Adam dan Eve. Tak mudah ditebak bahwa, hal ini artinya pasti bahwa memasuki museum, sama dengan melihat kembali ke awal mula penciptaan manusia.

Empat atau lima serambi utama yang kami masuki adalah lukisan-lukisan dari Era renaissance. Tema-tema lukisan juga lebih banyak terkait spiritualitas dan agama. Selain lukasin mengenai awal mula penciptaan, banyak juga lukisan yang berecerita mengenai kelahiran Yesus Kristus, dan cerita hidupnya.

Sepertinya kita tak banyak diajarkan mengenai apresiasi seni di sekolah dahulu, jadilah kami kala mengunjungi museum ini hanya mentok hanya melihat-lihat saja. Namun, aku rasa ini tak cukup, karena tak banyak trivia dan cerita lengkap dari panduan atau keterangan yang ada di bawah lukisan.

Tapi, beberapa keterangan dari lukisan kadang memberi trivial menarik dan akhirnya bisa berlama-lama mengamati lukisannya.

Mengunjungi museum dalam dua jam memang tidak akan cukup. Aku rasa, kita perlu 10–15 menit untuk mengamati lukisan-lukisan yang ada. Dan ini bisa lebih jika lukisannya benar-benar bagus dan punya cerita yang menarik.

Tepat ketika kami berada di sebuah lorong dan kami diharuskan memilih ke bagian kanan atau bagian kiri gedung dan kami berbelok ke arah kiri, di situlah kami berjumpa dengan bilik khusus milik Francisco Goya.

Bilik khusus ini diberi nama, The Black Paintings.

The Black Paintings adalah nama yang diberikan pada 14 lukisan karya Francisco Goya. Lukisan ini berasal dari tahun-tahun terakhir hidupnya. Hal ini kemungkinan besar antara tahun 1819 dan 1823. Lukisan-lukisan tersebut menggambarkan tema-tema yang intens dan menghantui, yang mencerminkan ketakutannya akan kegilaan dan pandangannya yang suram terhadap kemanusiaan.

Selanjutnya, kalau tidak salah, ada dua atau tiga lantai lagi yang disediakan khusus untuk koleksi karya-karya Francisco Goya. Aku akan menceritakannya lain waktu.

Berkunjung selama dua jam di Museum Prado, saya jadi ingat salah satu dialog dari film favoritku yaitu, Good Will Hunting. Bagian yang saya ingat adalah ketika Will dan Sean duduk di taman dan terjadi dialog panjang yang menurutku bagus sekali.

Dialog tersebut berisi ceramah Sean kepada Will tentang bagaimana Will itu meskipun jenus, sebenarnya, dia tidak tahu apa-apa.

Aku bukan Will tentu. Namun, jika ada seseorang seperti Sean menceramahiku seperti kutipan di film tersebut yang berbunyi:.

“So if I asked you about art, you’d probably give me about every art book ever written. Michelangelo. You know a lot about him. Life’s work. Political aspirations. Him and the Pope. Sexual orientation. The whole works, right? But I bet you can’t tell me what it smells like in the Sistine Chapel. You’ve never actually stood there and looked up at that beautiful ceiling. Seen that. If I ask you about women, you’d probably give me a syllabus of your personal favorites. You may have even been laid a few times. But you can’t tell me what it feels like to wake up next to a woman and feel truly happy…”

Aku akan menjawab, “tidak Sean, aku bukan hanya membaca dan tahu tentang lukisan dan patung-patung yang kamu sebutkan. Aku pernah datang, dan melihat langsung museum yang kamu maksud. Aku pernah mencium bau dupa di dalam Gereja Almudena, dan berkeliling selama dua jam di Museum Prado.

--

--

Nightman
Nightman

Written by Nightman

Pencatat hal-hal kecil yang terlewat, mengaku sebagai penyuka buku, musik, film, dan jalan-jalan di jam tiga dini hari.

No responses yet